Aksara Cinta Maipa Deapati dan Datu Museng
Datu:
Maipa Deapati jantung hati saya.
Kemarilah lelap di pangkuan saya.
Perkenankan lah saya malam ini Mengenang kisah kita lagi
sebelum esok gerilya perang kembali bertabuh di butta mangkassara k'.
Maipa:
Lupakan tetang hari esok datuku, mari kita sama-sama mengenang kisah itu. Dibawa temaram langit malam ini hanya ada kita datu.
Datu:
Tahu kah kau Maipa
Sejak lama aku telah memimpikanmu?
Jauh..
Jauh sekali sebelum pertemuan kita dipadepokan tua kakek saya. sepulang kau belajar mengaji.
Agghh.. Maaf telah lancang mengintipmu setiap kali pulang bersama dayang-dayangmu.
Maipa:
Saya tahu datu sangat tahu, mereka seringkali menggoda saya perihal kau datu hingga saya jadi mati penasaran seperti apa rupa dan sikap pemuda yang diam-diam mencuri pandang kearah saya di padepokan. Pemuda idola para perempuan tanah sumbawa yang saleh, taat beribadah, rendah hati, dan pandai silat.
Datu:
Kau terlalu berlebihan maipa, saya hanya pemuda biasa
Anak gelarang yang secara adat tidak dapat bersejajar bersanding denganmu
Karena kau anak maggauka, bangsawan yang memiliki martabat tinggi di masyarakat.
Maipaku, kau adalah kelopak bunga yang paling mekar diantara bunga-bunga yang berseliweran kala itu, tak pernah saya menemukan sesosok wanita secantik dirimu sampai mata saya tak mampu berkedip sedetik pun dan mulut saya susah terkatup.
Kau dengan sejuta pesonamu maipa, tubuh langsing semampai, pipi kemerahan, mata bulat bertahta,
Alis hitam pekat dihiasi bulu mata panjang melengkung, hidung yang lancip, bibir merekah dengan senyum nan menawan.
Kau adalah bintang kejora paling terang diantara bintang lainnya. Tapi bukan rupah yang membuat saya jatuh hati kepadamu maipa Melainkan perangaimu yang lemah lembut dan ramah.
Tidak ada alasan untuk tidak mencintaimu maipa deapati.
Maipa:
Jika demikian besar cintamu datu mengapa kau pergi membawa serta cincin paling berharga dari ibundaku, meninggalkan saya bersama kalimat tak biasamu?
(cincinmu telah saya kenakan dijemari saya, dan saya bersumpah kelak kau pun akan saya persunting sebagai pendamping hidup)
Kau tau berhari-hari saya mengurung diri dikamar dengan amara didada, tanpa mengerti apa yang membuat saya marah padamu selain karena cincin yang kau ambil. Berhari-hari saya merasa terganggu, tidak bisa tidur dan makan dengan teratur. Ada debar-debar aneh yang tercipta setiap kali saya merekah ulang bayanganmu dalam hayal saya datu, sungguh saya disiksa dengan perasaan didada yang tidak saya mengerti.
Dan satu-satunya cara untuk mengenyahkan perasaan itu adalah bertemu denganmu, mendengarkan penjelasanmu atas kalimat-kalimat yang kau ucapkan diambang senja pada pertemuan terakhir kita kala itu. Tapi, mustahil tidak mungkin saya mencarimu datu. Kalimat-kalimat mu menjelma pengharapan dida saya lalu setelahnya saya meranggas dalam rindu. Saya jatuh sakit datu.
Datu:
Maafkan saya maipa,
tidak pernah saya berniat menyakitimu sedalam itu.
Saya pun merasakan sakit sepertimu.
Setiap kali saya berusaha memejamkan mata Bayanganmu muncul dipelupuk mata dengan sempurna,
Lalu saya seruhkan namamu ; dinda deapatiku. Beberapa kali saya bolak balik mencari posisi tidur
Tapi tetap saja tidak bisa,
Bayanganmu masih saja asik menari di diremang malam
sampai gemah fajar berkumandang namamu masih saya seruhkan.
Kau tau saat mengucapkan kalimat-kalimat itu Hati saya telah memilihmu.
Pantang bagi Saya bermain dengan kata,
Apalagi memainkan hatimu Maipa.
Saya mencintaimu
sungguh mencintaimu sejak pertama kali mencuri senyummu di padepokan.
Dan sekarang kau bertanya,
Mengapa saya pergi setelah kalimat tak biasa itu maipa?
Karena aku tak merasa pantas untukmu
Apalagi mengingat ayahmu telah menyepakati akjuluk sirik,
Penyatuan antara keluargamu dengan keluarga pangeran I Manganglasa
bangsawan lombok yang lebih terpelajar dan memiliki kedudukan sama dengan keluargamu. Maka saya putuskan untuk berlayar jauh menuntut ilmu ke madina
Agar menjadi pantas untukmu
walau kecil sekali harapan saya Maipa.
Dan cincinmu Saya bawa
Serta untuk meyakinkanmu
Bahwa saya bersungguh dengan ikrar saya
Dan akan pulang untukmu maipa.
Maipa:
Ujian cinta ternyata belum berakhir datu. Kau akhirnya pulang saat saya tengah sekarat karena merinduimu,
mati seluruh fungsi saraf gerak saya datu.
Saya tak ubahnya mayat hidup,
sementara baginda ayah
masih saja bersikeras menjodohkan saya dengan I Manganglasa.
Hari itu kau datang
dalam seimbara bola raga yang sengaja ayahanda adakan untuk membalikan keceriaan saya,
kau datang menyambut tantangan terbuka pangerang I Manganglasa membuktikan diri bahwa kau layak datu, kau membuktikannya. Dan saya yang lemah dipembaringan seperti menemukan penawar
untuk sembuh dari sakit dan kamu adalah obat itu datu.
Keadaan saya berangsur membaik,
saya bisa tersenyum lagi setelah kembalimu. Meski begitu
baginda Ayah saya masih saja memalingkan wajahnya darimu.
Namun perasan kita tidak berubah tapi semakin membara. Dan pada akhirnya kita tidak punya pilihan selain desakan naluri, saya mempercayakan hidup saya sepenuhnya kepadamu datu,
kau bertanggung jawab,
kau mencintai saya
begitu pun dengan saya,
lalu kenapa tidak kita silariang saja.
Meski harus mencoreng nama baik baginda ayah saya.
Saya gemetar disampingmu tapi genggammu meyakinkan saya ("tidak akan terjadi apa-apa Maipa") saat kita harus disidang dalam lingkaran adat, saat kau harus melawan para tubarania yang dititahkan Ayahanda menjemput saya pulang.
Datu:
Haha.. Kita membuat satu sumbawa gempar bukan?
Maipa:
Dan lagi-lagi kau berhasil membuktikannya, membuka mata baginda ayah saya datu.
Dan disinilah kita sekarang ditanah kelahiranmu, kau menjadi panglima perang tak terkalahkan melawan para kompeni balandaya dan penghianat di buta mangkasara' ka.
Datu:
Kau lihat bagaimana sakTinya bunga eja Madina bukan,?
tapi bukan itu yang membuat saya bisa melewati semua ujian besar itu Maipa
Melainkan cintamu yang besar dan tulus kepada saya.
Maipa,
apa pun yang terjadi esok dipeperangan berjanjilah untuk tetap baik-baik saja.
Maipa:
Kita akan baik-baik saja datuku sampai nanti di keabadian.
Datu, dengarkan saya kita tau persis musuh telah mengepung kita dan kematian seperti sudah memanggil saya didepan mata, sebab itu sebelum hari esok tiba bolehkah saya mengajukan satu permohonan
yang mungkin akan jadi permohonan terakhir juga datu?
Datu:
Maipa cintaku, apa yang kau bicarakan? percayalah kita akan baik-baik saja?
Maipa:
maafkan saya telah lancang menguping percakapanmu
dengan para tubarania tempo hari datu.
Saya lebih suka mati ditangan suamiku
dari pada kulit saya disentuh oleh Tumalompoa, apa lagi dijadikan saya sebagai istrinya
sungguh, saya tidak rela datu.
Datu:
Lalu apa maumu Maipa ?
Maipa:
Eluskan kerismu tepat dileher saya kanda sampai saya menemui ajal,
sungguh,
saya lebih memilih mati ditanganmu
dari pada harus jatuh di pelukan Tumalompoa tau balandaya.
Datu:
Tidak maipa, tidak!!
jangan meminta saya melakukanya.
Maipa:
Datuku, jangan ragukan ketulusan Maipamu. Saya rela pergi mendahuluimu, merintis jalan menuju tempat yang telah ditentukan oleh Maha Pencipta.
Junjunganku Datu,
Saya rela mati di tanganmu. Sungguh saya rela. Tuhan jadi saksi,
bahwa saya haramkan kulit saya ini disentuh mereka.
Daengku Datu Museng, permata hatiku, Tak kan saya gentar walau jiwa melayang, Kebimbangan telah saya campakkan, sebab keyakinan telah saya pastikan. Perahu kematian siap saya tumpangi. Kemudi telah ku...kuh di tangan. Telah saya tetapkan haluan menyongsong tujuan. Pada kematian yang hangat dan menyenangkan.
Datu:
Baiklah
Kalau adinda sudah jalan duluan menghadap ilahi,
kalau saya tak menyusul di waktu Duhur,
tunggu saya di waktu ashar,
tapi kalau tak ada di waktu Ashar,
pasti,
Saya datang menemuiamu di waktu Magrib sebelum Matahari terbenam.
(Sampai bertemu dikeabadian kekasiku).
SEBUAH KARYA MONOGRAF DARI ZAINUDDIN TIKA DKK, 1960 DITERBITKAN PUSTAKA REFLEKSI, MAKASSAR 2012
Maipa deapati
Datu museng
Komentar
Posting Komentar