8 HARI MENUJU KEHANCURAN


Puisi : DEPRESI — Steemit

Kau tahu?
Ketika akan menulis tulisan ini, kepala dan jemariku mundur maju, menebak nebak apa yang akan terjadi
Hatiku terhibur, atau rasaku terkubur.

Semakin termangu aku, semakin dalam pula kesakitan menenggelamkanku,
Akhirnya dengan segala kepasrahan, Kekecewaan, Serta kerinduanku padamu
Kata pertama dalam tulisan ini muncul dengan haru, sekaligus menjadikan alasanku untuk mampu meliarkan keseluruhan aksara yang sekarang ini mengiang-ngiang dikepalaku.

Delapan tahun lamanya
Aku kehilanganmu lalu memantaskan diriku
Kau masih ingat itu?
Aku terus berjuang mencari dan mengumpulkan apa-apa yang sekiranya mampu untuk mengembalikanmu kedalam hidupku,
Hari-hari kuisi dengan harapan juga do'a yang menggebu-gebu dengan alamat yang tentu saja tertuju padamu,

Tapi semua itu kulakukan tanpa sengetahuanmu
Aku selalu merahasiakannya darimu
Aku tidak berani menunjukan rasaku yang masih hidup ini kepadamu
Sebab tiga hal yang kutahu
Kau akan membenciku
Memerintahku untuk membinasakan rasa itu tanpa ragu
Lalu kemudian menciptakan jarak yang semakin jauh dari hidupku

Sejak hari itu
Aku berusaha untuk sebisa mungkin menjaga semua rasaku
Do'a-do'aku
Akun media sosialku
Bahkan hidup dan matiku, dari radar keingin tahuanmu,
Aku juga tidak berani melihat keseharianmu meskipun sebenarnya aku mampu memata-mataimu dengan identitas palsu
Tapi
Dibalik sikapku itu
Aku hanya khawatir melihat selainku disisimu
Dan kau terlalu tahu bahwa itu selalu bisa membunuhku

Lambat laun kehancuran sejak kepergianmu itu kutata kembali dengan susah payah
Jelas sekali bahwa itu semua tidaklah mudah
Aku harus merasakan patah
Jengah
Nafas terengah
Atau bahkan seringkali terluka dan bercucuran darah

Sungguh
Demi menjadikanmu rumah
Saat itu aku betul-betul mengharamkan diri dari kata menyerah
Sampai aku berhasil menuai kestabilan langkah
Dengan menjadikan tuhan sebagai yang memberi arah

Aku mulai kembali berkarya menenggelamkan diri dalam hobiku sastra
Mulai berani bermimpi setinggi angkasa
Hingga beberapa hal kecil darinya perlahan menjadi nyata
Dan kau tahu?
Bila suatu hari dunia membutuhkan karena
Maka kau lah alasan utama

Waktu tak terasa membawaku pada hari ini
Segala pencapaian-pencapaian yang telah kudapat benar-benar membuatku ingin segera mewujudkan visi
Merayumu dengan segala keberhasilan ini
Untuk menyatukan kembali mimpi-mimpi kita yang dulu sempat terhenti
Tapi kemudian
sebuah kabar beraroma sendu mendarat halus tepat didepan pintu hatiku

Ah..
Rupanya tentang hari pernikahanmu
Tunggu..
Aku ingin bernafas dulu
Sebab untuk menulis dua kata itu
Aku hampir saja kehilangan detak jantungku

Aku benar-benar tidak mengerti
Sungguh
Aku benar-benar tidak mampu memahami
Maksudku
Setelah semua perjuangan ini?
Hah ayolah
Beritahu aku ditingkat berapa Aku sedang bermimpi?

Tadi ketika matahari menutup pintu
Seseorang memberiku potret wajahmu
Kau tahu?
Kau terlihat amat bahagia sekali mempersiapkan segalanya untuk hari itu
Seolah aku tak pernah ada dihidupmu
Seolah kebersamaan kita yang lalu tak pernah ada dihatimu
Seolah ketiadaanku tak pernah menciptakan rindu didadamu
Seolah dialah penyelamatmu
Seolah bibirnyalah yang selalu basah menyebut-nyebut namamu dalam do'a-do'a sendu
Seolah penantiannya lah yang sudah berjuang melebihi lamanya perjuanganku
Seolah hatinyalah yang sudah lebam membiru namun masih saja mau untuk mencintaimu
Dan seolah dialah yang sudah mampu menjadi bodohnya aku

Senyumanmu menusukku
Membuatku tak agi mengenalmu
Membuatku bertanya-tanya dengan sejuta pilu
Siapakah sebenarnya yang sedang mengendarai ragamu
Tatapku menjadi rentan kosong
Aku tahu
ini semua bohong!
Omong kosong!
Seperti mimpi mengerikan disiang bolong
Tapi..
Seberapa pun kuatnya aku mencoba
Realita tetap selalu menjadi pemenangnya

Lantas aku melarikan diri
Tanpa seorangpun yang perduli
Aku berkendara menembus embun dingin perbukitan dimana kau dan aku pernah bertukar hati
Hanya untuk berharap menemukan sesuatu tentangmu yang mungkin saja belum sempat aku maknai

Hidungku berdarah lagi
Kesakitan dari dalam terlalu menguasai diri
Aku kehilangan gravitasi
Hingga akhirnya ragaku lunglai terjatuh dan membentur bumi

Tak ada yang perduli
Maka
Terbukti
Aku tak memiliki teman sama sekali
Entah berapa banyak air mata dan darah yang harus mengalir, Untuk meyakinkan diri bahwa ini bukanlah akhir dari seorang penyair

Setelah sadar
Aku membawaku diriku pulang dengan gontai kaki yang bergetar
Aku bersandar
Roda akalku perlahan-lahan kembali berputar

Ya,,
benar
Rasaku tidak wajar
Dan sedari awal
Seharusnya aku sadar

Kini aku memiliki waktu delapan hari menuju hari bahagiamu, Atau hari kehancuranku terjadi
Sekilas aku sempat berfikir bahwa beberapa hal dalam hidup ini seharusnya tidak pernah diketahui
Namun percuma
ini jalan satu-satunya yang harus kulalui
Aku tidak bisa pergi, semesta ingin kedua mataku bersaksi
Aku harus hadapi, entah nanti aku hidup atau aku mati
Aku harus tegas , entah nanti hatiku berujar ikhlas atau jatuh terkapar tewas
Sebab untuk bisa mencintaimu segila ini
Aku tak pernah memiliki waktu dan batas

Teruntuk kau yang terlepas, dariku yang terhempas

 - ZHAFIR K AKALANKA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI AKU YANG HAMPIR MENYERAH

izinkan aku bahagia Karya Pengagum

Kamu Tidak Harus Menjadi Seseorang