AYAH

 Ayah Dengan Putra Dan Putrinya Berjalan Di Pantai Saat Matahari Terbenam  Foto Stok - Unduh Gambar Sekarang - iStock

Selasa 24 Januari,


Kau sangat tahu pasti arti tanggal itu bagiku.

Dengan senyum kecil sumringah aku menantikan datangnya hadir mu sore itu.


Sejak semalam aku sudah menerka-nerka hadiah apa yg akan engkau bawa.

Akankah sama seperti tahun lalu? Atau kah ini sesuatu yang baru?

Ah…senyum ku tak henti-hentinya lepas dari wajahku.


Ku kenakan pakaian terindah.

Berhias dengan begitu antusias.

Sambil sesekali melempar pandangan k arah pintu.

Kalau-kalau engkau datang.


Namun. Waktu terus bergulir.

Tak kulihat sosok mu bahkan bayangmu hadir.

Kemana engkau?

Tidakkah kau lupa hari apa ini?

Ayolah… jangan buat aku menunggu lebih lama lagi.. 


Hari mulai larut.

Dan masih… tak kulihat batang hidung mu hingga kini.. aku begitu kesal hingga membanting pintu kamar dengan sekencang kencangnya, aku marah dan mengutuk mu dalam tangisku…


Dalam tangis penuh Isak dan kekesalan aku terlelap…

Dan dalam benak ku masih smpat terpikir kalau nanti engkau dtang aku akan melemparkan semua hadiah yg kau berikan padaku. Agar kau tau betapa kesalnya aku menunggu mu tdi malam.


Pagi, pukul 6 lebih 5 menit

Handphone ku terus saja berdering.

S'olah-olah meminta ku untuk bergegas bangun dan segera menjawabnya.


"Halo"...

"Apa benar ini dengan keluarga bapak Suharsono…"

Terus ku jawab semua pertanyaan dari org yg entah siapa d sebrang panggilan ini dengan kata "iya" dan "iya".

Hingga terakhir d ujung percakapan.


"Bapak anda mengalami kecelakaan semalam di…"


Seketika hening seluruh dunia bagiku. Tak ada yg bisa ku dengar bahkan detak jantung serta nafasku pun tiada bersuara.


Sepi, sunyi s'olah alam menelan smua kesadaran ku.


"Halo"

"Halo"

Segera ku terperanjat dan mnjawab

"Iya" dengan nada penuh getar dan tangis yg tertahan.

"Segera k Rumah sakit untuk pengurusan jenazah,.."


Pagi, tanggal 25 Januari

Selang sehari hari kelahiran ku… mnjadi tanggal duka bagiku.


Ayah… aku tak lagi butuh hadiah dari mu..

Aku tak lagi butuh ucapan selamat bertambah usia darimu…

Aku tak butuh pesta atau acara ulang tahun lagi….

Aku hanya butuh kau tetap berada di sini…

Temani aku hingga aku mampu hidup sendiri… bukan sekarang… aku masih belum terbiasa apa lagi siap…

Jangan sekarang… aku masih butuh dekapan hangat mu kala aku sakit, aku masih butuh tangan kokoh mu untuk menarikku dari dunia yg mengajakku k arah yg salah…

Aku masih butuh petuah dan marah2 kecil khas dirimu… setiap sudut rumah masih tercium bau-bau wangi darimu…


Ayah… kemana lagi tempat ku bersandar.. kau pernah bilang ingin melihatku mengenakan baju wisuda, pakaian pengantin terindah, serta menimang cucu.. tapi kenapa… itu semua belum lagi terwujud tapi kau malah pergi lebih dlu meninggalkan ku…


Aku… aku belum siap menghadapi dunia ini sendiri… ayah… senyum dan segala tentang mu masih begitu hangat dan lekat. Bagaimana bisa aku segera bangkit setelah duka yg teramat sakit in aku alami… aku sebatang kara ayah…

Ibu yg entah kemana… dan kau yg sudah tiada… apa jadinya aku sekarang?

 Duhai Tuhaann…

Lihatlah kau sudah ambil org yg paling berharga bagiku di dunia ini.

Namanya kini hanya bisa tertulis d batu nisan.

Derita apa lagi yg akan kau beri?

Ini… adalah duka terdahsyat yg paling menyayat.


Untuk mu… ayahku…

Tenanglah dalam peristirahatan mu.

Bahagilah engkau dengan dunia barumu.

Anakmu d sini.. hanya bisa mendoakan. Setidaknya hadir lah sesekali dalam mimpi.

Meski akan terhapus oleh pagi.

Tapi hanya itulah penghiburan ku saat ini… 



Karya: Lala Shi

Minggu 29 Januari 2023



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI AKU YANG HAMPIR MENYERAH

izinkan aku bahagia Karya Pengagum

Kamu Tidak Harus Menjadi Seseorang