Renjanaku Padamu
Pantai gelap yang temaramnya tiada terkira
Sempat mengusik benak dalam dada
Lembayung yang sempat mentasbihkan lara
Memetik simpul bayang-bayangmu yang telah tiada
Kau ini telah menganggap siapa nan apa ?
Hingga tega kau pisahkan pancarona dengan kelabu milikmu
Tak sempat Aku mendengar rayuan melodi nuansa palapa
Yang kerap kali berdengung tajam memekak gendang telingaku
Hingga pada suatu hari, dinginnya angin malam yang pilon
Bimbangnya , menserawutkan pikiran kosong
Tak ada berita lagi bersamamu yang diam-diam hening mengibas pergi
Tak ada yang tahu, kemana angin ribut membawamu 'tuk tiada meninggalkan
Maka, bayangan hitam akan pesona elok ragamu
Yang diam-diam selalu ku rindukan bunyi rundungnya
Atau barangkali nikmat seduh kopi di pagi hari denganmu
Menyelesat dalam hingga hilang dayaku memaku renjana besar hanya untukmu
Kemudian, Aku datangi kembali pantai yang telah tertutup kabut pekat itu
Dengan mensamarkan pikiran, biar rinduku tak menggebu terlalu padamu
Namun, tetap saja tak bisa ku lalui dengan bijak
Seakan-akan hasratku ingin jerembah kepadamu niscaya selalu
Bunyi rintik hujan sesaat itu, buatku makin sedu dengan sporadis
Mungkinkah hilang wujudmu adalah perihal tersadis
Yang bakal membuat sakit hati lembut pun lunglai ini
Yang kerap kali berjalan di tepi ini sendiri tanpa kau temani
Tak usah menatap ombak kejam lagi di sini, kataku dengan nada pengecut
Yang hilang akal tak tahu arah seakan nahkoda yang hilang tujuan
Perihnya dada, pun pedihnya mata yang sering menatap pantai dengan takut
Mengharap visus mengabur sedemikian mengabur, hingga sirna kepedihan pun kesedihan
Sayangnya, Aku terlalu picik pun keras kepala padamu
Entah bunyi angin apa yang tiba-tiba mendayu
Membawa kabut peristiwa pahit pun sakit itu
Aku ingin tandang kepada mimpimu sekali lagi, biar sepi pun sedihku tak menyiksa batinku
Sayangnya, Aku terlalu beringas pun kejam kepada diri sendiri
Yang bagai binatang melata tak tahu arah jalan pulang
Hanya menatap kekosongan kedepan, dengan perasaan yang tak sempat termenangkan
Aku yang kepadamu bagai ufuk, yang kian terpuruk
Tak pernah memandang mentari di bibir pantai pun kau lagi
Yang ternyata jarak temu kita adalah Utara dan Selatan
Tak ada yang tahu, betapa renjana ku padamu kian menggebu-nggebu
Ditemani kesakitan hati yang tiada tara, tanpa mengenal jarak dekat. Aku tetap merindumu
Bandung, 15 Februari 2023
Aliff Alfarizi Zaenuri
Komentar
Posting Komentar