RUMAH SAYA TIDAK SEINDAH ITU

 Bolehkah anda berbagi puisi yang menggambarkan depresi? - Quora
Saya tahu, bagimu rumah adalah tempat pulang paling ternyaman dari segala riuh duniamu yang perlahan membisu.
Rumah yang tak pandang mengapa. Sosok yang apadanya yaitu, Ayah juga Bunda.
Tempat yang selalu memberi mu peluk,  di saat badai menerpa.
Juga hangat dengan suguhan canda, sesekali marah karna kenakalanmu.
Kemudian menawarkan makan, berikut dengan secangkir teh juga cemilan manis, sebagai penutup hari.

Mereka adalah Anugerah yang dikirim Tuhan layaknya malaikat. Selalu ada jawaban dari setiap resah yang kau tanyakan. Apalagi masalah remaja yang kau keluhkan atau promblematika menjadi dewasa yang kau bilang beban.
Sampai barang yang hilang saja bisa ketemu. Indah bukan.

Namun bagi saya, kata pulang yang tertuju pada rumah itu terlalu mewah.
Rumah saya tidak seindah yang kamu punya.
Perkarangan nya rusak, ruang tamunya tidak ramah. Makananya hambar, tak ada perhatin juga tak ada peluk disana. Kamu hanya akan menemukan hukuman, cacian, tangisan, serta bilur-bilur darah yang jatuh berserakan di lantai.

Kamu memang beruntung. Memiliki cinta yang utuh dari kedua orang tuamu.
Sepertinya pulang tidak pernah menjadi milik saya.
Bagi saya, pulang berarti meneguk racun, kemudian hilang setelahnya.

Masa kecil saya menyedihkan.
Tak ada pelangi sehabis hujan, tak ada terang sehabis gelap. Saya juga masih terlalu kecil untuk merasakan patah.
Saya masih terlalu kecil untuk berjalan sendiri.
Saya masih terlalu lemah untuk belajar memeluk diri sendiri.
Dan saya masih terlalu dini, untuk menjadi dewasa sebelum waktunya.
Bajingan bukan!

Teruntuk Ayah, Bunda. Sehat-sehat ya kalian. Anak kecilmu ini sudah tumbuh dengan segala kepahitan yang kalian berikan. Tapi kalian tenang saja. Saya sudah mengampuni kalian.
Saya sudah berdamai dengan diri saya. Jauh sebelum saya meninggalkan rumah.

Luka yang kalian berikan, membuat saya kebal akan kerasnya dunia.
Terimakasih sudah di bentuk dengan sedemikian rupa. Meski mental saya di bunuh habis-habisan.
Karena kalian saya banyak belajar, serta terlatih.
Untuk tegar pada semua rintang, kokoh bak karang yang memecah gemuruh ombak di tepian samudera.

Saya saja sampai lupa kapan terakhir kalinya. Saya takut sendirian.
Kapan terakhir kalinya, saya takut, kesepian, kedinginan, juga kegelapan.
Sekarang seoalah saya mati rasa untuk semua itu.

Jika sekarang ada yang bertanya, apakah saya merindukan mereka. Jujur saja, jauh di lubuk hati saya yang terdalam saya sangat rindu.
Entah dasar apa yang membuat saya rindu.
Padahal kenangan ya gak ada manis-manisnya.

Mungkin alasan rindu saya, adalah saya rindu untuk bisa memperbaiki dan berikan apa yang tidak sempat saya lakukan pada saat itu.
Melukiskan pelangi di masa tua mereka, mewujudkan janji yang tidak pernah sempat mereka hadirkan bagi saya.
Serta menghapuskan debur romansa di kening, juga dada yang mungkin saja mereka terbebani rasa bersalah.
Semoga, saya juga beruntung bisa mendapatkan kesempatan seperti yang orang-orang dapatkan.

Saya juga ingat betul, pernah seseorang bertanya kepada saya.
Apakah dengan membuka lembar lama, atau menoleh ke belakang lagi.

Luka-luka lama saya akan kembali tersibak?
Jawaban saya tidak.
Mungkin dulu iya, bahkan saya sangat membenci mereka. Tapi sekarang tidak.
Membenci hanya bentuk kekecewaan dan ketidaksanggupan untuk menerima kenyataan. Saya telah selesai, berkali-kali saya jatuh untuk bisa bangun. Kemudia remedial sampai berhasil mencapai di titik sekarang.
Dimana saya bisa hidup bergerak terus kedepan mengiring waktu, tanpa sedikitpun kepahitan.

Kalian pasti pasti pernah mendengar metafora luka.
Bekas luka itu tidak akan terasa sakit.
Jika masih terluka, itu bukan bekas luka. Tapi, kamu masih terluka.

Mungkin dimasalalu saya banyak gagal nya, lukisan saya kekurangan warna.
Baju saya kusut, rambut saya berantakan,
Sayap saya patah, kaki saya berdarah.

Saya sudah sangat cukup terluka di masa kecil saya, wajar saja kedepannya akan banyak terbebani semoga.
Harapan saya tidak banyak. Kelak, saya juga bisa menemukan pulang seperti yang kalian rasakan.
Entah itu rumah yang berbentuk bangunan atau seseorang.

Rumah yang tak memandang mengapa. "saya menerimanya karena dia baik, saya menerimanya karena saya kasihan, saya menerimanya karena saya ingin membantunya."

Semoga saja, saya bisa menemukan rumah yang tidak mengkalkulasikan segala sesuatu, oleh karena, sebab, juga dan.

-Salam rindu dari anak kecilmu yang jauh di perantaun-

-Lingga Annar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI AKU YANG HAMPIR MENYERAH

izinkan aku bahagia Karya Pengagum

Kamu Tidak Harus Menjadi Seseorang