Siluet Langit di Nala Bumi Karya : Nun

 Siluet Langit di Nala Bumi



A :

Akhirnya berpaut kembali, 

Bumi


B :

Langit, Kau datang lagi?


A : 

Kenapa ?  

Apa datangku tak kau ingin ?


B :

Bukan begitu 


A : 

Apa hadirku jadi hancurmu?


B : 

Bukan.


A : 

Lalu apa?

Kau selalu begitu sedari dulu

Diam dengan gemuruh mau

Mengikat diri dengan segala rasamu


B :

Kau juga masih seperti dulu

Senyummu 


A : masih jadi purnama  teristimewamu?

 

B : Senyummu...


A : lengkungnya memenjarakan matamu dari menatap selainku?


B : Aah...

Entah maksud Tuhan apa,

Kau dihadirkan lagi di hadapan mata


A :

Bumi, rinduku, 

Terimalah takdir-Nya

Bahkan Pencipta memperantarai kita


B : 

Jangan berbangga, 

Hentikan senyummu


A :

Apa yang salah dengan senyumku? Inilah sukaria yang hatiku rasa

Manis, berapi-api, menderu rindu 


B : 

Jangan runtuhkan pertahananku


A : 

Masih enggan kah dirimu pulang bersamaku?


B : 

Kumohon jangan lagi memperdayaiku


A :

Hentikan prasangkamu

Jangan kau cemaskan masa dulu,

Banyak kulatih diri agar tak lagi menyakitimu, Bumiku

Pulanglah


B : 

Pulang?

Kemana?

Jalanku melebur

Diantara tawa dan air mata yang pernah nyata

Kau rumahku yang telah lalu, 

abadi pada tinta atmaku


A :

Bumi, cintaku,

Aku masih seperti kemarin; 

menjadi satu-satunya milikmu. 

Tapi entah bagaimana cara akal mencipta luka,

Sampai dirimu merasa tertikam dalam olehku


B :

Aku lelah me-reka ulang

Kau terlalu abai 

mudah melupa atas setiap kata,

Mudah khilaf dari setiap ulah,

Banyak ingatan yang tak lagi ingin kuputar ulang,

Dari namamu yang sengaja ku kubur dalam pusara.


Kala itu, kau berjanji

Memintaku menanti

Menjaga hati,

Mematah relasi dengan laki-laki 

Nyatanya, kau menghilang pergi


A :

Bumi, itu dulu

Perlu kau tau, kini

diam-diam kuburu dirimu di sepertiga malam,

Sajadah, tasbih, & pencipta galaksi menjadi saksi,

Aku, Langit, merindu Bumi


B :

Lagi-lagi melupa

Kau sengaja memilih mundur sebelum maju,

Tumbang sebelum tegak melangkah,

Lenyap tanpa datang mengirim takwil


A :

Bumi, 

Bisakah dirimu tetap menjadi Dipa di langitku? 


B :

Namun laraku masih bergala pilu

Menggurat biru dalam aliran darahku


A :

Cukup Bumi

Berhentilah mendakwa masa lalu

Lihatlah tujuan kembaliku

Terimalah kebulatan tekadku menemuimu


B : 

Di tanahku yang terluka, 

air mata kehilangan bening dan sada-nya


A : 

Tidak dengan segalamu yang menyimpul mati dalam janji dan nala-ku

Singgasana yg dulu kau rakit begitu menawan,

Masih kurawat menuju asah, asih, asuh, kita

Harapku, kembali dan menetap,


B : 

Aku masih menunggu 


A : 

Seseorang yang lain?


B : 

Bukan


A : 

Hilangnya cinta dihatimu?


B :

Bukan pula itu


A : 

Pergiku?


B : 

Bukan

Aku masih mencari sembuh


A :

Biar kubantu 

Sendiriku terlampau sunyi,

Hanya terdengar detak jam 

nyaring menakuti

memecah lamun

Remuk mengingat

Yang lepas dari genggamku


Hingga sadar,

Sesal dalam khilafku : 

meninggalkanmu.

Aku telah abai dengan nikmat Tuhan atas dirimu,

mencarimu

Di langit, 

Di laut,

Di bumi

Tak teraba kecuali di hati,

Disana engkau memeluk erat sesalku


B : 

Masih kutatap aksamu,

kupaksa amertaku 

melupakanmu,

padanya barisan kata menjejak, mudah pergi tanpa permisi,

apalah arti singgah dalam ingatan lelaki,

Mari kita cukupi cerita ini

bulan melangkahi langit jiwa kita

Sebagaimana kita memulainya,

Kita sudahi saja di akhirnya.


A :

Rani, Rinduku

Aku masih jatuh hati padamu

Fikirku nyaris hilang akal 

Bagaimana bisa, 

aku mencintaimu melebihi diriku


B :

Tentangku tak lagi masanya


A : 

Kau milikku selamanya

Taubatku

Telah kulakukan sepenuhnya 

Maaf pernah menyiakanmu

Izinkanlah hatimu pulang padaku

Ego yang meninggi setara

Dalam waktu yang sementara

Belajar berharap sewajarnya

Dan aku, rumahmu selamanya


B :

Maaf


A : 

Maafkan aku Rindu


B :

Bisa artikan maafmu kali ini?


A :

Ini yang terakhir,

Masih sudi kah 

Rindu pulang bersamaku?


B : 

Sampai kapan?


A :

Sampai ajal menjemputku



Cilengkrang, Bandung

Jumat 13 September 2024

Karya : Nun

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI AKU YANG HAMPIR MENYERAH

izinkan aku bahagia Karya Pengagum

Kamu Tidak Harus Menjadi Seseorang