Dialog Bukit Kamboja

 Dialog Bukit Kamboja


Karya D. Zawawi Imrom:



Inilah ziarah di tengah nisan-nisan tengadah


di bukit serba kemboja. Matahari dan langit lelah


Seorang nenek, pandangannya tua memuat jarum cemburu


menanyakan, mengapa aku berdoa di kubur itu


👨🏻‍🦰“Aku anak almarhum,” jawabku dengan suara gelas jatuh


pipi keriput itu menyimpan bekas sayatan waktu


👵“Lewat berpuluh kemarau


telah kubersihkan kubur di depanmu


karena kuanggap kubur anakku”


👨🏻‍🦰Hening merangkak lambat bagai langkah siput


Tanpa sebuah sebab senyumnya lalu merekah


Seperti puisi mekar pada lembar bunga basah


👵“Anakku mati di medan laga, dahulu


saat Bung Tomo mengibas bendera dengan takbir


Berita itu kekal jadi sejarah: Surabaya pijar merah


Ketika itu sebuah lagu jadi agung dalam derap


Bahkan pada bercak darah yang hampir lenyap”


👨🏻‍🦰Jadi di lembah membias rasa syukur


Pada hijau ladang sayur, karena laut bebas debur


👵“Aku telah lelah mencari kuburnya dari sana ke mana


Tak kutemu. Tak ada yang tahu


Sedangkan aku ingin ziarah, menyampaikan terimakasih


atas gugurnya: Mati yang direnungkan melati


Kubur ini memadailah, untuk mewakilinya”


👨🏻‍🦰“Tapi ayahku sepi pahlawan


Tutur orang terdekat, saat ia wafat


Jasadnya hanya satu tingkat di atas ngengat


Tapi ia tetap ayahku. Tapi ia bukan anakmu”


👵“Apa salahnya kalau sesekali


kubur ayahmu kujadikan alamat rindu


Dengan ziarah, oleh harum kemboja yang berat gemuruh


dendamku kepada musuh jadi luruh”


👨🏻‍🦰Sore berangkat ke dalam remang


Ke kelepak kelelawar


“Hormatku padamu, nenek! Karena engkau


menyimpan rahasia wangi tanahku, tolong


beri aku apa saja, kata atau senjata!”


👵“Aku orang tak bisa memberi, padamu bisaku cuma minta:


Jika engkau bambu, jadilah saja bambu runcing


Jangan sembilu, atau yang membungkuk depan sembilu!”


👨🏻‍🦰Kelam mendesak kami berpisah. 

Di hati tidak

Angin pun tiba dari tenggara. Daun-daun dan bunga ilalang


memperdengarkan gamelan doa


Memacu roh agar aku tak jijik menyeka nanah


pada luka anak-anak desa di bawah


Untuk sebuah hormat


Sebuah cinta yang senapas dengan bendera


Tidak sekedar untuk sebuah palu



1995


[D. Zawawi Imrom]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI AKU YANG HAMPIR MENYERAH

izinkan aku bahagia Karya Pengagum

Kamu Tidak Harus Menjadi Seseorang