Rindu yang Tak Berwajah*( Rey )
*Rindu yang Tak Berwajah*
Malam merayap perlahan, membawa senyap yang melingkari tubuhku. Di antara desir angin yang menggoyang tirai, aku mendengar detak jantungku sendiri, seperti jarum jam tua yang terus berputar, mengukur waktu yang tak pernah kembali.
Rindu. Kata itu berbisik di sudut pikiranku, seperti bayang-bayang yang tak pernah pudar. Tapi rindu ini tak memiliki wajah. Ia datang seperti embun di pagi hari, dingin dan rapuh, mengendap di sela napasku tanpa bisa kugenggam.
Aku teringat pada suara-suara yang dulu akrab. Tawa yang pernah memenuhi ruang, bercampur dengan cerita-cerita kecil yang kini hanya tinggal serpihan memori. Kemana semua itu pergi? Aku mencarinya di balik bintang, di sela angin malam, di dalam bayanganku sendiri. Namun semua tetap sunyi.
"Apa kau masih di sana?" tanyaku kepada malam. Tapi malam tak menjawab. Ia hanya diam, seperti lautan gelap yang menelan semua suara.
Di dalam dadaku, ada kekosongan yang menggema, seperti ruangan besar yang tak pernah diisi. Kekosongan itu bernama kenangan—kenangan tentang sesuatu yang pernah hidup, tapi kini hanya bayang-bayang.
Aku mencoba mengingat wajahmu, tapi gambarnya buram, seperti lukisan yang dilunturkan hujan. Aku mencoba mengingat suaramu, tapi yang kudengar hanya gema samar yang terputus-putus. Waktu telah menghapus semua itu perlahan, tapi tidak rindu ini. Ia tetap tinggal, seperti lilin kecil yang menyala di sudut ruangan, tak padam meski diterpa angin.
Aku melangkah ke jendela, menatap bulan yang menggantung di langit. Bulan itu seperti saksi bisu dari semua yang pernah terjadi. Aku bertanya-tanya, apakah ia pernah melihatmu? Apakah ia menyimpan jejak langkahmu, senyummu, atau bahkan air matamu?
Dan di tengah malam yang hening, aku menyadari satu hal: rindu ini bukan tentang ingin bertemu. Rindu ini adalah tentang mengenang, tentang menerima bahwa apa yang hilang tidak selalu kembali, tapi selalu hidup dalam sudut kecil hatiku.
Aku menutup mata, membiarkan bayangan itu bermain dalam pikiranku. Wajahmu, senyummu, suaramu—semuanya kembali, meski hanya sekejap. Aku tahu, aku tak butuh kehadiranmu lagi. Cukup bayang-bayang ini, cukup rindu ini, untuk membuatku merasa kau tak pernah benar-benar pergi.
Rindu yang tak berwajah ini, kini menjadi temanku. Ia tidak menyakitkan lagi. Ia hanya diam, bernafas bersamaku, mengisi kekosongan yang tak lagi kutakuti.
Dan malam terus berlanjut, membawa angin dan gemintang, seperti membisikkan bahwa segala yang hilang akan tetap ada, di tempat di mana waktu tak mampu menjangkau.
Rey
7-12-2024
Komentar
Posting Komentar