Rintik Hujan di Langit Senja -Garis Hitam, Edelweis, & Scout-
Rintik Hujan di Langit Senja
-Garis Hitam, Edelweis, & Scout-
Sekeping kisah yang kembali bercerita, dari perdebatan masa lalu yang belum usai untuk saling meninggalkan. Gerimis senja menyuguhkan kegetiran, menusuk rongga dada sebelah kiri. Melinangkan air mata menggugurkan kata-kata.
P
Tuan, sejak tadi pagi aku menunggu senja yang ada di pelataran rumahmu
Berharap aku menemukan kembali lembayung indah yang sedari dulu aku dapatkan
L
Penantianmu tak khayal sebagai pelarian atas semua yang terjadi
Untuk apa lagi, sinaran senja kembali membagi cahayanya yang sudah pergi?
Itu bukan lagi tugasku...
P
Tuan, aku tersesat dan menyesal...
Perjalananku menuju rumah terakhir dari setiap segala resah yang begitu tabah
Nyatanya hanya dirimulah sosok yang seharusnya kusinggahi di akhir perjalanan hidupku
Tak adakah waktu bisa kembali sedia kala, tuan?
Di saat bunga bermekaran indah di kelopak matamu
Tatkala hujan kau redakan di setiap gundah laraku
Dan di saat langit mengabu, menjadikan pantulan biru yang tentram dalam debar jantungku
L
Puan, tiada engkau yang menjadikan mawar gugur di setiap putiknya
Bukankah engkau yang menurunkan hujan serta badai yang berkecamuk hebat dalam dadaku
Ialah engkau puan, perusak segala biru yang kusugguhkan hanya kepadamu
Setelah kamu pergi dan menghilang
Meninggalkankanku tanpa ampun
Memberikan bekas luka sepanjang tahun
Merusak harapan yang kuimpi-impikan
Serta menggugurkan janji yang kudoakan ke langit tua
Dengan ikhlas kau menggantikan posisiku
Dengan sukarela tanpa pernah bertanya apakah aku akan baik-baik saja?
Pernahkah kau mengerti perasaanku puan?
P
Tidak tuan, kamu harus merasakan bagaimana rintikan hujan menerpamu
Agar kamu mengerti, bagaimana situasiku saat itu
L
Dan aku tak mau menerima segala bentuk alasan darimu!
P
Dengarkan dulu penjelasanku tuan...
Ketahuilah, tak ada satu pun niatanku untuk berpaling selain dirimu...
Tak satu pun yang mampu menjadikan diriku seorang ratu seperti dirimu
L
Setelah kamu meninggalkanku tanpa sebab
Menghancurkan segala harap yang kujaga setengah mati
Tanpa meninggalkan sepatah kata pun
Tanpa peringatan...
Tanpa aba-aba...
Kau memporak-porandakan hari-hariku menjadi semakin berantakan dan semakin mengenaskan!
Apakah kau tahu puan?
Dosa apa yang kau lakukan terhadapku?
Bagaimana perasaanku menjalani hari-hariku, sembari memapah luka-luka yang masih basah dan tak mau mengering
Seluka itu aku ditinggalkanmu
Sehancur itu aku dicampakan oleh dirimu!
P
Dengarkan dulu penjelasanku...
L
Dan kini, kau datang kembali mengais sisa-sisa harapan yang telah mati
Apa kau belum puas!?
P
Tolong, dengarkan penjelasanku tuan
Aku datang hanya untuk berkata jujur kepadamu...
L
Bagian mana lagi yang mau kau hancurkan?
Sewindu lamanya menjalin cinta yang kurawat setengah mati
Tetapi digantungkan dan ditinggalkan begitu saja
Apakah kau tahu bagaimana aku menjalani semua ini?
P
Maaf... Maafkan aku tuan
Maafkan aku...
Aku tahu, akulah sebab akibat—bagaimana luka-luka itu menggores dadamu
Bagaimana hari-harimu berantakan dan mengenaskan di sepanjang musim pengharapan
Tapi apa kau tahu, bagaimana perasaanku, tuan?
Di saat aku sedang mencintaimu dengan sepenuh hati
Di saat aku menikmati segala bentuk keindahan dari perlakuanmu
Di saat aku hanya mendapatkan belaian kasih darimu
Aku harus memilih pilihan dari orang tuaku
Apakah kamu tahu posisiku?
Apakah kamu bisa merasakan ketika hidupmu sekarat, tetapi harus tetap hidup
Aku dipaksa memilih seseorang yang bukan kemauanku
Aku dipaksa oleh kedua orang tuaku...
Aku bisa apa?
L
Aku melalui perjalanan yang sangat terjal hingga bisa bangkit kembali
Menahan getir yang lirih, pada dinding kamar yang sering menjadi saksi
Setelah pergulatan batin dan rasa kecewa
Kini aku hampir berdiri dan tetap tegar menjalani hari-hari
Di saat aku melanjutkan kembali semua ini
Kamu datang kembali membawa duri dan rasa trauma yang berkepanjangan
P
Aku salah tuan...
Aku salah...
Aku pun sama dengan apa yang kau rasakan
Aku pun tahu, bagaimana setiap sayatan luka itu meninggalkan goresan yang membekas di sepanjang musim
Kita sama kebingungan dalam menjalani rasa
Menerima dan mengikhlaskanmu adalah sesuatu yang membuatku gila
Setiba kepak doa yang kemudian gugur pada mataku
Aku melepasmu dengan penuh penderitaan
Aku meninggalkanmu dengan penuh kesengsaraan
Dan ketika aku kira, di ujung perjalananku yang kuanggap akan berakhir
Aku dan kedua orangtuaku selalu menunggu kehadiranmu
Membawa serangkaian buah tangan beserta orang tuamu
Tetapi mereka mengira, kamu tidak akan pernah datang
L
Kamu kira harapan dan janji yang aku berikan padamu adalah bentuk sebuah candaan, puan?
P
Tidak tuan...
Tidak ... aku sudah mencoba sebisaku untuk meyakinkan mereka...
Tetapi mereka merasa, seseorang yang mereka pilih terbaik untukku
Apakah aku harus menjadi anak yang durhaka, anak yang membangkang kepada orang tua agar kamu merasa lega?
Aku sudah memperjuangkanmu, tuan...
Dan kau tahu, aku dihadapkan oleh sesuatu yang mengenaskan dan lebih menyakitkan
Seseorang yang dipilih orang tuaku
Seseorang yang mereka kira terbaik untukku malah mencampakkanku dengan orang lain
Sehingga cincin pertunangan terlepas dengan begitu pasrah, beserta linangan air mataku dan juga air mata mereka
L
Lalu apakah dengan semua ini aku mampu untuk menerima segala bentuk rasa sakit yang kamu berikan?
P
Tidak tuan...
Tidak...
L
Apakah dengan kejujuranmu saat ini mampu menentramkan segala gundah dalam dadaku, puan?
Katakan puan... katakan padaku?
Katakan!
P
Tidak tuan
Tidak...
L
Ini lebih menyakitkan dan semakin mengenaskan!
Harusnya hujan tak perlu datang di waktu yang bersamaan
Kamu hanya mendatangkan kembali rasa sakit dan rasa trauma yang kutahan selama ini
Untuk apa puan?
Untuk apa?
Untuk apa kamu datang kembali?!
P
Maafkan aku tuan...
Aku hanya ingin kamu tahu atas kesalahpahaman selama ini
L
Kesalahpahaman katamu?
Di mana perasaanmu puan?!
P
Maaf...
Aku hanya mau jujur atas segala kesalahanku karena telah meninggalkanmu
Aku hanya mau berupaya untuk kita tetap baik-baik saja
Hanya itu tuan...
L
Baik-baik saja?
Mawar yang kau buang dalam perjalananmu mencari sesuatu yang lebih mempesona
Kini telah tiada...
Tak ada jeda dalam kisah ini, kali ini kamu harus berjuang sendirian
Untuk memudarkan setiap bayang yang bersemayam dalam benakmu
Dan aku akan tetap dalam luka yang sama
Di tempat di mana kamu membuang segala rela yang kuberikan
P
Aku tahu tuan...
Aku hanya ingin meminta maaf atas segala kesalahanku
Aku hanya ingin kamu tahu, mengapa aku meninggalkanmu
Karena sesuatu yang berat untuk kupilih
L
Jadi, seharusnya apa yang harus kamu lakukan, ketika ujung akhir dari segala kisah adalah rasa kecewa?
Kau tahu, bagaimana dunia ini bekerja dan kau juga harus tahu
Jika kemarau yang kau rindukan telah berakhir mengenaskan
P
Tuan percayalah...
Ini bukan kemauanku
Tolong percayalah
Aku hanya ingin bentuk maaf darimu
L
Tenang saja puan...
Tenang saja
Aku pasti memaafkanmu, tetapi aku tidak akan lupa
Bagaimana bekas luka dan rasa kecewa itu menggerogoti perasaanku
P
Terima kasih tuan...
Terima kasih
Maaf... aku yang tak mampu menjaga perasaanmu
L
Akan aku genggam puan, kenangan manis serta kepahitan yang kau berikan
Menjadi sebuah prasasti sebagai seseorang yang pernah dicampakan dengan begitu hebat
Terima kasih atas lukanya...
Bandung, 10 Juli 2024
Komentar
Posting Komentar