SEMIOTIKA KEHANCURAN (Salman Faskha & Yarana Dwi Azka)
SEMIOTIKA KEHANCURAN (Salman Faskha & Yarana Dwi Azka)
L.
Jengah ku mengurai satu persatu hati yang tak mampu bicara
P
Apa gunanya membuka jika sebelum bicara bibir sudah dibungkam disuruh diam?
L
Bangun tidur ku mengais hinaan dan paksa untuk baik-baik saja
P
Aku tidak baik-baik saja. Butah kah matamu hingga tak melihat sayapku patah?
L
Dari mulai rumah yang tak lagi ramah.
P
Aku hanya ingin pulang mah.
L
Lingkungan apatis yang mengharuskan ku mengungsi di jembatan kumuh yang bertajuk gundah.
P
Mengapa aku selalu gelisah?
Kau pikir ini mau ku hah?
L
Mengapa yang kuharap baik selalu berbanding terbalik?
P
Memangnya pernah takdir bicara baik-baik?
L
Mengapa orang-orang menolak sadar ketika aku jelas-jelas jatuh terkapar?
P
Karena yang harus dikhawatirkan semesta hanya lukamu saja
L
Sekian tahun kupelihara napas untuk bisa ku nikmati tapi mengapa diam-diam angkara takdir seolah menuntutku untuk Segerah mati.
P
Mati sajalah.
L
Terkutuk lah diri bila ku hanya ingin menjadi diri sendiri?
P
Apakah aib hanya untuk terlihat seperti perempuan betulan?
Lemah katamu, menangis tidak cocok untukmu.
L
Beritahu aku, berita apa yang akan ku dengar bila detaknya memilih berhenti dan jejaknya tidak lagi mengakar.
P
Kau, aku sudah sampai pada batasku
L.
Tuhan, aku hanya butuh peluk meski tanpa tangan yang bisa mendekapku di kasur empuk.
P
Lelah aku Tuhan, ini diri yang telah muak menatap Angkara bagai jasad yang tak berbentuk.
L
Hey
P
Hey
L
Bagaimana kabarmu?
P
Baik
L
Hahaha, dasar penipu kau takkan bisa membohongiku.
P
Kau pikir bagaimana keadaan seorang perempuan yang harus berdamai dengan rasanya setelah mendadak dipatahkan?
Kau tahu, bagaimana bisa seorang perempuan memberikan punggung untuk menanggung beban sendirian?
Ketakutan, kesepian, kelelahan apa lagi yang harus ia tahan?
Berapa lama, apakah harus hingga daging meninggalkan rangkanya?
Sampai kapan?
Sialan
L
Hah?
P
Bukan kau
L
Hahaha. Sudah kubilang tinggal katakan tidak perlu dipendam sendirian.
P
Kau pikir semua orang dilahirkan dengan kepandaian berbicara sepertimu?
Kau pikir melegakan menahan semuanya sejak umur masih mudah?
Saya berlari, saya menangis, saya berdoa sembunyi-sembunyi haram bagi saya saya menuliskan perasaan di dalam diary.
Hey Arjuna, kenalkan saya Srikandi.
L
Bukan. Kau hanya perempuan
P
Tidak!
Perempuan boleh terlihat lemah tapi kami tak layak bahkan untuk mengecap air mata kami sendiri. Perempuan dapat menyandarkan kepala di bahu orang terkasih tapi kami berkeluh kesah pun harus pilih-pilih.
L
Kau dibesarkan di pelukan bapak, ibu dan saudara-saudaramu.
P.
Lantas itu yang harus jadi penentu?
Kau tahu rasanya menjadi bahan tertawaan keluarga, saudara yang kau elu-elu saat kau bahkan tak tahu apakah cukup sopan untuk marah pada orang yang menertawaimu.
Kau tahu, rasanya harus terus berkompetisi hanya untuk sekedar memberi hati?
Hanya untuk mengatakan hey masih ada aku di sini.
Kau tahu u rasanya tidak dipedulikan?
Katanya, aku terlalu mampu untuk menggenggam tanganku sendiri.
Katanya, aku tak layak dihawatirkan sedang tanganku cukup untuk memeluk diriku sendiri.
Katanya, aku penyelamat yang bisa diandalkan hingga di lembah terlemah masih diminta mematahkan sayap untuk mereka yang membutuhkan.
Menurutmu di mana titik keadilannya?
Bukankah Tuhan menciptakan kita semua sama?
Tapi mengapa makhluk-makhluknya menetapkan standar yang terlalu sulit untuk digapai.
Betapa mahal untuk menjadi perempuan betulan. Kau takkan pernah tahu rasanya jadi tak akan pernah.
L
Jangan memaksa aku untuk masuk dalam ruangan sempit pemikiranmu. Kau utarakan segala keresahanmu maka kuhadirkan setumpuk hikayat seorang lelaki di Selatanmu di sela-sela ingatanku..
Tulang punggung siapa yang akan hancur?
Air mata siapa yang paling jujur?
Langkah siapa yang paling mudah tersungkur saat tertatih-tatih dan mengucap syukur?
Belum kering keringat lupa diri, iya teringat orang yang dicintai terlelap tidur.
Otak siapa yang seringkali berlaku ganjil demi keutuhan ginjal. Tangan siapa yang merajut duri menjadi ramuan kata perut kosong tanpa pengganjal.
Mata siapa yang tak berkedip sepanjang malam menggadaikan mimpi menerjang ombak menepis badai menikam tabir menyulut api menyingkap tirai dan melumpuhkan tiang langit sebatas ingin dianggap waras oleh mereka yang menganggapku sakit.
Bila kau katakan aku yang tak pernah tahu bagaimana rasanya menjadi dirimu. Dengan tegas kupastikan kau sendiri takkan pernah tahu bagaimana rasanya menjadi aku.
Bukan tanpa perasaan kulontarkan ini nyonya tapi bisakah kau perbaiki pertanyaanmu?
Bukan di manakah titik keadilannya, tapi kemanakah fitrahmu saat Tuhan menjawab dan kau masih angkuh bertanya.
Tak usah merasa hatimu yang paling patah nyonya. Yang terabaikan, yang tersisih, dan yang tersingkirkan. 3 kata keramat itu tak pernah pandang ia lelaki ataupun perempuan. Mulailah berhenti mengeluh dan membandingkan sebab Aku muak dengan opini ketidak setaraan yang menjadikan kebodohan itu menancap berulang-ulang.
P.
Kau lucu sekali tuan, siapa yang memaksamu masuk ke dalam pikiran sempit ku seperti katamu.
L.
Aku hanya tak ingin melihat kau tersesat lebih jauh lagi nyonya sebab perasaan yang kau dewakan menelan isi kepalamu yang hampir tenggelam. Kau tahu semua yang tak seimbang pada akhirnya hanya akan berujung sumbang.
P.
Sudah sejak entah kapan jiwa dan ragaku berperang tapi menabuhkan genderang hanya membuat masalah berpesta pora karena berhasil membuatku semakin sengsara.
L.
Katakan cantik pada 'wanita' satu kali. maka iblis membisikan ke telinganya 9 kali. Semakin kau mengantongi percaya pada kebodohan, maka akan semakin hanyut kau diseretnya pada semiotika kehancuran.
P
Telah ku nyalakan api pengharapan pada setiap Adam dan hawa yang kutemu, namun padamlah aku. karena manusia sibuk dengan banding membanding sedang apinya tak pernah menjelaga.
Kukabarkan padamu Tuan, kini ku pulang. Segera maaf karena telah mencaci seolah kau tuli dan tak punya hati.
L
Tak ada satupun yang sanggup melumpuhkanmu nyonya. Kecuali hanya dirimu sendiri. Meski kau hanya perempuan seperti katamu, dan aku laki-laki yang terkesan kuat dan arogan di matamu.
ketahuilah..
Lelaki takkan sekuat dan setangguh itu tanpa ada wanita yang menguatkan dibelakangnya.
P
Ah... Benar katamu aku hanya perempuan dan kau lelaki, yang beban kita tak bisa dibanting banding, melainkan diterima dengan menafikan akal sinting yang terus mengompori domba aduannya.
* * Kau istimewa takkan ada yang salah dengan hitungan Tuhan, hanya rumus kita yang sering berkutat pada satu penglihatan.
Komentar
Posting Komentar