Jelek Pulang Dulu Sebentar Cerpen karangan : Garis Hitam
Jelek Pulang Dulu Sebentar
Cerpen karangan : Garis Hitam
... Aku masih menangis diliputi kesedihan, langit cerahpun tak sanggup membuatku kembali berseri.
Dia si Jelek konyol dan bodoh, mau saja aku salahkan, sebetulnya aku yang seharusnya salah, tapi tetap saja ia yang meminta maaf. Aku masih memeluk kemejanya, aku masih memeluk kaos kesukaannya dan bau badannya masih melekat di setiap serat kain setiap pakaian yang pernah ia kenakan. Sembari menangis meratapi kehilangan yang tak kunjung usai, seakan enggan pergi meninggalkan semua kenangan burukku terhadapnya.
Aku adalah Anisa Nurul Husna biasa di sapa icha, orang menganggapku wanita cantik di kampus dengan kepopuleran saat itu, tak khayal aku selalu bergonta-ganti lelaki yang lebih tajir atau lebih ganteng di kampus. Kehidupanku tak lepas dari dunia malam yang seakan menjadi kegiatan rutin setiap waktu setelah kuliah. Aku pasti dijemput dengan mobil mewah saat pergi kemanapun aku mau, belanja ini dan itu tanpa mempersoalkan ribuan kertas untuk aku belanjakan. Dengan kehidupanku yang super royal dalam belanja, apa lagi aku mengkoleksi sepatu mahal atau merk terkenal sebagai hobiku saat itu. Jelas, gaya hidupku bak orang kaya meskipun keluargaku biasa-biasa saja, malah ayahku adalah seorang ustad di kampungku. Aku hijrah dari kampung menuju kota besar awalnya bertujuan untuk menuntut ilmu. Tapi ekonomi yang memaksaku bermain dengan lelaki kaya membuatku terlena akan dunia yang sejatinya fana.
Rio adalah orang terkaya di kampus, dia memiliki aset melimpah dari ayahnya, sehingga aku bisa diberikan apa saja yang aku mau, setiap bulan sekali pasti aku akan dibuahi hadiah sebagai hari jadiku dengannya, entah itu tas bermerek atau sepatu yang cantik dan mahal. Aku begitu bahagia memiliki lelaki yang tampan dan juga kaya raya. Siapa yang tidak mau memiliki lelaki sempurna seperti Rio.
Sampai suatu ketika, semua itu berubah saat aku memergoki dia dengan wanita lain dan pergi ke Hotel. Aku datang ke kamar Hotel itu untuk memaksa wanita jalang itu keluar, karena wanita mana yang ikhlas lelakinya di rebut oleh wanita murahan seperti dia. Hingga cekcok mulutpun terjadi antara aku dan wanita itu. Sesekali Rio membela wanita murahan itu dengan keadaan setengah telanjang mencegahku untuk memukul wanita yang tak berbusana itu, yang hanya dibalut selimut Hotel yang tertunduk ketakutan di pojok kasur tempat mereka melakukan aksi bejatnya. Beberapa kali aku tampar muka dan pukul badan Rio meski tak berpengaruh terhadapnya. Isak tangisku semakin menjadi, amarah aku luapkan padanya dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Ini bukan kesalahan dia yang pertama, ini sudah yang ke 10 kalinya ia begitu padaku. Hingga perkataan yang membuatku terdiam ketika dia mengatakan;
"kamu diam dulu, aku sudah kasih semuanya buat kamu, jangan sok jual mahal, aku ajak kamu bercinta denganku, tapi kamu tidak mau, ya sudah aku sama yang lain saja, lagian aku sudah bosen sama kamu, mending kita putus! Aku gak dapet apa-apa dari kamu, cuma bibir basah saja, anak SMP juga bisa! Sana kamu pergi! jangan ganggu aku lagi! Aku lagi sibuk sekarang!" Sambil dia mendorongku keluar hingga aku tersungkur ke lantai hingga aku terpental keluar dari kamar hotel itu.
Terlihat dari kejauhan wanita murahan itu memberikanku senyuman sinis padaku dan memberiku kode selamat tinggal dengan melambaikan tangannya padaku. Aku hanya menangis melihat apa yang sudah terjadi, dadaku sakit, hati ini tak tahan menerima perlakuannya dan aku masih menangis. Hati ini sakit mendapati perlakuan dan cacian dia, pacarku sendiri yang malah memilih orang lain dari pada aku sebagai kekasihnya.
Aku kembali pulang ke kosan dengan make up yang sudah memudar oleh air mataku sendiri yang sedari tadi mengeluarkan hujan kecil di setiap sudut mataku. Anton dialah yang menemaniku pergi ke Hotel itu dan mengantarkanku pulang ke kosan dimana aku tinggal sekarang.
"Sudah, sudah Cha jangan menangis lagi, dari tadi kamu menangis terus gak capek apa?" Ucapnya padaku dengan memberikan ketenangannya.
"Diam kau Jelek! Pergi sana! Aku sudah gak butuh kamu lagi, tinggalkan aku sekarang aku mau sendiri!" Ucapku kasar pada teman lamaku Anton.
"Ya sudah, kalau sudah tenang, kalau mau apa-apa lagi tinggal telepon aku lagi ya". Sembari dia keluar dan menutup pintu kosan, sesekali dia melihatku sesaat sebelum menutup pintu.
Dan kini aku hanya sendirian, menangis akan hati yang sakit, hanya dinding kosan yang menjadi saksi dan teman tangisku malam itu.
Esoknya aku pergi ke kampus seperti biasa, meskipun semalam aku masih mengingat kesakitan yang telah Rio perbuat untukku. Tapi, dia datang menemuiku lagi dikelas dengan membawa hadiah untuk permintaan maafnya padaku
"Sayang, maaf kemarin aku kasar sama kamu, aku khilaf maafin aku ya, aku janji gak bakalan mengulang kesalahan lagi, ini yang terakhir, aku janji" ucapnya sembari mengusap rambutku yang terhelai.
"Pergi kau brengsek! Aku sudah gak sudi bertemu dengan kamu lagi!" Jawabku ketus padanya. "Kok gitu sih 'yang, nanti aku belikan lagi sepatu mahal buat kamu ya, apa mau tas? mau kapan? Sekarang ayo!" Ucapnya memberikanku kode untuk berbaikkan.
"Tidak! Kita sudah putus! Ini bukan sekali atau dua kali kau seperti itu brengsek!" Ucapku kasar padanya hingga orang-orang yang melihat dan berbisik akan perkelahian pagi hari yang membuat kelas tak kondusif.
Datanglah Dosen memasuki kelas sembari membentak kami.
"Jika kalian mau bikin film cinta-cintaan jangan disini, pergi saja jangan di kelasku! Aku mau mengajar disini bukan mau akting!" Ucap dosenku yang mengetahui kami sedang adu cekcok mulut dengan nada tinggi dan bahasa kasar.
"Maaf pak saya keluar, saya bukan jurusan ini juga" sembari meletakan hadiah di mejaku ia pergi meninggalkan ruangan kelas, terlihat dari jauh raut mukanya yang memerah dengan penuh emosi.
Setiap hari ia membujukku untuk kembali menjadi pacarnya lagi, segala upaya ia lakukan untuk bisa kembali bersamaku. Hingga akhirnya, ia merencanakan sesuatu yang tak beradab. Rio dan temannya berusaha menculikku dan membawaku pergi dari kota. Mulutku di sumpal kain, kepalaku dibungkus dengan kain hitam yang membuatku tak bisa melihat apa yang ada di sekitarku, tanganku di ikat kebelakang dan kaki pun di ikat sekuatnya hingga membekas dan membuatku tak bisa berbuat apa-apa. Aku terus menangis dengan suara jeritan yang tak bisa aku keluarkan, meski aku mencoba meminta tolong tak ada satupun yang mendengarkanku, karena aku sedang ada di sebuah mobil yang melaju kencang. Aku hanya mendengar mereka tertawa sembari menyebut namaku dan satu orang lagi yaitu Rio, aku mengenal suaranya, aku tau itu dia.
Sesampaianya di lokasi, aku di lempar ke tempat tidur dan diikat kembali di bagian tiang-tiang ranjang yang membuatku tak bisa bergerak. Hingga akhirnya aksi bejad Rio pun dilakukan terhadapku. Aku diperkosa olehnya dan juga teman-temannya. "Sakit... Sakit... Jangan... Sakit... Ampun... Ampun... Lepaskan aku.." sembari menangis dan meminta ampun kepada mereka tapi tetap saja permintaanku tak digubris. Pakaianku sudah dirobek dengan melepasnya secara paksa oleh mereka. Seperti di neraka, kisah hidup bahagiaku yang dulu bersamanya kini berakhir derita. Noda-noda darah berceceran di selembar seprei putih yang ku lihat. Karena memang aku masih perawan meski aku sering kencan bersama banyak lelaki tapi aku tetap menjaga keperawananku.
Tergulai lemas tak berdaya, tubuh bergetar terasa sakit di setiap anggota badan apa lagi kemaluanku. "Sakit.. sakit.. tolong.. tolong.." Tangisanku sudah tak bisa keluar karena syok berat mengalami derita bengis tak beradab oleh mantan pacarku dan teman-temannya. Ikatanku dilepas oleh salah satu temannya hingga Rio menaburkan selembaran uang dan berkata "Ini untuk harga tubuhmu hahaha" sontak teman-temannya pun ikut tertawa "hahaha makanya jangan sok jual mahal jadi cewek" ucap salah satu teman dari Rio. Dia meninggalkanku di Hotel itu sendirian. Dan aku hanya bisa terdiam, dengan tatapan kosong dan pikiran ling-lung seperti orang gila. Sesekali aku berteriak lalu melanjutkan dengan tertawa "ahhhh!!! Heheh hahahha!" Lalu menangis kembali. "Hik hik hik". Aku langsung menghubungi Anton temanku yang sedari dulu setia terhadapku. "Jelek! Jemput aku hik hik hik" sembari menangis meminta jemput kepada temanku Anton. Aku memberikan tempat lokasi melalui HPku, hingga akhirnya dia datang dan memelukku.
Dua bulan lebih aku hanya tinggal di kosan tanpa pergi kemana-mana karena aku masih trauma dengan apa yang menimpaku. Dan selama dua bulan ini aku tidak menstruasi. Dan saat aku periksa memang benar, aku hamil!. "Akkhh!!!!! hik hik hik!"(menangis). Aku menangis kembali dengan tangis yang sudah tak terbendung. Hingga Anton mengetahui jika aku sedang hamil dan membawaku pulang ke rumah dan dengan beraninya dia meminta kepada orang tuaku untuk menikahkan dia denganku.
Selama pernikahanku dengannya, selama dua tahun aku menjalin hubungan sampai bayiku berusia dua tahun pun. Aku belum pernah berhubungan badan dengan Anton sekalipun. Terkadang saat dia mau mendekatiku aku sering berteriak dan memarahinya "Mau apa kau jelek! Jangan dekati aku! sana pergi jangan tidur di sini!" Ucapku. Begitulah setiap dia mendekatiku aku pasti akan pasang ucapan untuknya. Apa lagi jika dia terlambat pulang atau malah tidak pulang. Aku luapkan kemarahanku padanya "Dari mana saja kau Jelek! Kau tak inget Istrimu!?" Ucapku padanya. "Tadi masih sibuk jadi belum sempet pulang" jawabnya dengan tubuhnya yang lelah. Dulu dia adalah lelaki humoris tapi sekarang dengan masa laluku, dia menjadi ayah sekaligus teman terbaik untukku. Hingga waktu menyadarkanku akan diriku yang tak tahu berterimakasih terhadapnya. Dia yang selalu ada dan selalu membuatku tenang, tapi aku selalu membuatnya menderita. Hingga aku berniat untuk berubah menjadi sosok wanita yang bisa diandalkan, menjadi sosok Istri yang sejatinya patuh dan berbakti pada suami.
Malam itu adalah malam yang sangat membahagiakan dalam hidupku bersamanya, di mana tubuhku untuk pertama kalinya di sentuh oleh suamiku saat itu. Wajah malu-malu memerah padanya mengajak, terlihat warna berseri dalam wajahnya yang begitu bahagia. seakan pasangan Suami Istri yang baru menikah, malam pertama yang seharusnya dilakukan dua tahun lamanya. Baru bisa kita rasakan bersama pada malam itu. Aku rebahkan tubuhku pada ranjang putih corak bunga, dengan ikhlas dan rela si Jelek Anton menikmati setiap sudut tubuhku hingga bersanggama. Melakukan hubungan layaknya suami istri yang sesungguhnya.
Ketika malam tergantikan pagi buta yang dingin dan berembun. Terlihat tampak cerah merona dan bahagianya wajah suamiku saat itu, dia berceloteh dan bergurau sesekali. Terkadang ia lontarkan pujian manis yang membuatku memerah saat itu. Aku hanya melihat wajahnya, alisnya, bola matanya, hidungnya serta bibirnya yang sesekali aku cium saat dia masih mengoceh. Hingga ia tersenyum malu padaku. Sekarang aku melihat kembali dia yang dulu, menjadi si Jelek yang aku kenal saat masih kuliah saat itu. Dan itu adalah malam dan pagi bahagia yang pertama dan terakhir aku dengannya.
Malam itu, aku mencoba ke dapur untuk pertama kalinya menghidangkan suatu masakan terlezat yang aku buatkan untuk suamiku. Celemek biru bermotif abstrak khas ibu rumah tangga sebenarnya, bersenandung riang menunggu suamiku pulang, sembari mengiris bawang merah dan bumbu yang lainnya untuk dijadikan bahan penyedap suatu masakan. Saat itu aku ingin menjadi Istri yang baik dan berguna untuk suamiku. Apalagi aku sudah harus bertanggung jawab terhadap bayiku, meski aku tak tahu siapa Ayah biologisnya tapi aku meyakini jika si Jelek Anton adalah ayahnya.
Tak ada hujan tak ada petir, malam itu seseorang menelponku saat aku sedang menyiapkan makan malam untuk suamiku. Hingga aku mendapati kabar jika suamiku meninggal di tusuk orang tak dikenal. Betapa dada ini tersentak sakit, aku terduduk dan terdiam, dengan air mata yang mulai menetes di setiap pipiku, bukan karena irisan bawang yang mengenai mataku aku menangis, bukan karena jariku tergores pisau saat memotong tapi karena jiwaku yang kesakitan. Mendengar kabar jika belahan jiwaku terbujur kaku di jalanan dengan darah segar yang mengalir keluar dari tubuhnya. Baru aku mendapati kebahagian, datang lagi kepahitan yang membuatku gila dibuatnya, aku hanya bisa terduduk lemah tak berdaya, tangis darahpun tak mungkin membuat dia kembali pulang ke rumah.
Pesan terakhir yang ia kirim lewat HP sebelum ia meninggal saat aku sedang memasak untuknya adalah untuk aku membuka lemari pakaian dibawah pakaiannya. Dan aku mendapati secarik kertas yang mengatakan;
"Teruntuk Istriku tersayang, maaf jika aku tak bisa bahagiakanmu selama ini, sungguh dari dulu aku mencintaimu dan selalu memikirkan wajahmu di kepalaku. Sebulan ini aku selalu diikuti orang tak dikenal, aku selalu mendapat teror pesan ataupun saat aku berangkat kerja, pasti ada yang melempari mobilku. Aku tak bisa menuduh mantan pacarmu Rio, tapi memanglah dia yang menerorku, karena ia sendiri yang mengatakan jika ia masih pacarmu. Dan jika kau membaca surat ini, mungkin aku sudah tiada atau mungkin aku sedang diperjalanan. Kalau aku telat pulang jangan menangis, marahlah lagi padaku, berkata kasarlah padaku, itu akan lebih baik ketimbang melihatmu menangis lagi. Untuk aku yang selalu pulang telat, karena aku sibuk membuat pabrik sepatu kecil yang kau sukai dan kau tahu merk yang banyak teman-temanmu pakai yang selalu memperlihatkan sepatunya padamu. Itu adalah sepatu kita, itu adalah dari hasil pabrik kecil kita. Aku sengaja tak memberitahukanmu karena asetku itu belum stabil. Sekarang, kau bisa menjadi nyonya bos pemilik sepatu sederhana yang aku buatkan untukmu. Jika aku sudah tiada, terimalah hadiah kecilku untukmu pabrik sepatu yang aku buatkan khusus untukmu, jadi kau tak perlu repot membeli sepatu yang baru. Titip salam dari aku suamimu.
Salam cinta dan kasih mesra teruntuk engkau wanita tercantik, Istriku."
Air mata ini tak tahan menahan tangisan yang semakin tak terbendung. "Aku sudah tak ingin apa-apa lagi! Aku tak ingin apa-apa lagi! Aku hanya butuh kamu Jelek! Aku hanya ingin kamu Jelek! Aku hanya ingin kamu Suamiku". Tertunduk lemas aku menerima semua ini. Dan tak kuasa merelakan seseorang yang begitu baik padaku dari dulu, hingga hanya satu kata yang terus terngiang di kepalaku. "Menyesal".
Satu tahun kemudian.
"Jelek pulang dulu sebentar, lihat anakmu dia lebih ganteng darimu".
Bandung, 27 Mei 2019
Komentar
Posting Komentar