Ketika Rindu Menulis Karya : Aditia Hamza

 Ketika Rindu Menulis

Karya : Aditia Hamza


Sesekali aku coba merayu Tuhan, dengan segala upaya aku lakukan agar rindu tak lagi bertengkar dengan ketidakrelaanku atas kepergiannya.


Tahun-tahun pun berganti dengan begitu cepat. Musim demi musim menggandeng ingatanku agar galeri tentangnya tak mudah terhapus oleh badai di setiap pergantian tahun.


Di awal bulan itu, hujan rintik membawaku membuka lembaran-lembaran lama tentangnya. Bait akhir yang tertulis kala itu masih ku jeda, karena aku tau jika suatu saat aku akan kembali melengkapi cerita tentangnya yang belum sempat aku selesaikan.


Bahkan, di kamar ini aku sering tertawa saat melihat sepucuk surat yang tertutup debu di atas lemari kaca. Surat yang berisikan tulisan tangan. Surat yang ditinggalkan pemilik; selamanya.


Sehingga dalam ruang hening kosong ini. Terkadang aku bersila di atas sajadah, hanya untuk bertengkar atas permintaan yang bertengger di langit harap.


Aku ingin menjadi seperti mentari yang ikhlas mempersembahkan sosok senja, meskipun ia tau jika malam akan merebutnya. Aku ingin menjadi seperti hujan yang rela mengantarkan pelangi, meskipun nanti dia akan meninggalkan pelangi.


"Mari merapikan kembali luka yang terlalu lama ini menari di dinding kenangan," ucapku dengan hasrat yang membara. Berjalan di tengah riuh yang tak pernah aku mengerti. Sehingga tenggelam dalam genangan rindu yang akan menghangatkan jejak kisah lalu.


Sejengkal jarak tak lagi merajut kenangan yang sirna dimakan waktu. Sebab jiwa tak ingin kembali tenggelam dalam lautan duka.


Kini, pelataran jiwa tak lagi menjadi tempat tersyahdu untuk rindu berdendang. Karena derasnya kata yang tertuang tak akan bisa melepaskan kembang yang dikalungkan pada bingkainya.



Halaman Kosong, 2 Mei 2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI AKU YANG HAMPIR MENYERAH

izinkan aku bahagia Karya Pengagum

Kamu Tidak Harus Menjadi Seseorang