Luruh dalam waktu,tumbuh dalam cinta) Karya: RR🦏P

 (Luruh dalam waktu,tumbuh dalam cinta)

Karya:

RR🦏



(Cowok):

(Tawa riang pelan)


Masih inget nggak... kita dulu mulai dari sapa yang... gugup.... banget....


(Cewek):

senyum tipis


Inget.

Sampai kamu ketik “selamat pagi” dua kalikan,

terus bilang...

“sinyalnya ngaco”,

padahal...

(jeda,sebentar)

...padahal kamu cuma panik, kan?

(Tawa kecil riang)


(Cowok):

ketawa kecil, malu-malu


Ya... jantungku berisik banget waktu itu.

Kayak... dunia tiba-tiba beda.

Karena kamu ada di situ.


(Cewek):

(nada pelan)


Kita nggak mulai dari yang megah ya,

Cuma warung makan yang bangkunya sedikit miring, kopi sachet dua ribuan, dan...

tawa-tawa yang nggak tahu lucunya di mana.

(Tawa kecil riang)


(Cowok):

(Sedikit serius)


Tapi selalu... cukup. Gitu ya?

(Jeda)

Entah kenapa... kamu bikin waktu yang biasa-biasa aja...

jadi pengen diulang terus....


(Cewek):

(Datar)


Soalnya kamu hadir. Bukan sekadar lewat.


(Cowok):

(Senyum tipis)


Kita nggak jatuh cinta kayak di film ya,

Nggak ada adegan slow motion...

nggak ada backsound orkestra...


(Cewek):

(Datar serius)


Tapi kita tumbuh, kan?

Walaupun Perlahan, Meski Dalam diam,

Seperti....

akar Yang kuat.

justru karena dia tenang.


(Cowok):

(tarikan napas)


Nggak ada janji-janji besar,

cuma hal-hal kecil yang... terus kamu tepati.


(Cewek):

Kamu selalu pulang.

Selalu bilang “jangan lupa makan”,

dan... selalu peluk aku, meski aku yang salah.


(Cowok):

Inget nggak, waktu aku ngambek karena kamu lupa ulang tahun aku?


(Cewek):

(lirih, sambil senyum menyesal)


Lupa sih nggak,

Aku cuma lagi...

(lirih, nyaris nggak terdengar)

...lagi nggak tahu gimana cara bahagiain kamu waktu itu.


(Cowok):

(senyum tipis)


Tapi kamu tetep dateng.

Bawa kue roti sobek.

Dan lilinnya... dari korek api.

Lucu banget sumpah.

(Tawa kekek)


(Cewek):


Dan kamu tetep ketawa... meski matamu merah.


(Cowok):

(suara mulai pelan, tapi hangat)


Cinta kita tuh... bukan yang meledak-ledak, ya?

Tapi...

Kayak api unggun,

Hangat. Konsisten.

Nggak nyala besar, tapi nggak pernah padam juga.


(Cewek):

(Hangat)


Dan kalau mulai redup,

kita tiup bareng-bareng, biar nyalanya balik lagi.


(Cowok):

(lirih)


Kita juga pernah bentrok Parah...

Saling tinggiin suara... Ego saling gebu".


(Cewek):


Tapi selalu ada yang nahan,

Selalu ada yang ngetok pintu duluan.

Minta maaf, meski yang salah dua-duanya.

(Tawa kecil riang)


(Cowok):

(lirih, senyum getir)


Kadang kita saling luka...

Tapi justru dari situ kita belajar ngerti.


(Cewek):

Bahwa bahagia itu bukan soal nggak pernah marah,

tapi selalu mau pulang.


(Cowok):


Sekarang...

Rambutmu mulai abu"ya


tertawamupun lebih pelan,

Tapi...

Masih tetep bisa bikin dadaku sesak bahagia.

(Tawa riang mengoda)


(Cewek):

(Malu" alay)


Dan kamu sepertinya juga begitu, rambutmu mulai bayak yang putih dari pada yang hitam, dan mulai lupa hal-hal kecil,

Tapi....

nggak pernah lupa... caranya liat aku ya?


(Cowok):

(Serius)


Kita...

kita bukan pasangan yang sempurna.


(Cewek):


Tapi kita pasangan yang...

nggak pernah benar-benar ninggalin, meski sempat pengen nyerah.

Saat badai datang bertubi"


(Cowok):


Dan kalau nanti...

kita lebih sering duduk bareng di kursi goyang

daripada jalan di taman...


(Cewek):

(senyum pelan)


Aku cuma pengen satu hal.


Cowok - cewek

(Dua-duanya, nyaris bersamaan – lirih, dalam):


Biar cinta ini...

jadi jejak yang tinggal, meski kita udah nggak ada.

Cinta yang tumbuh, bertahan, dan...

tetep nyala,

sampai detak terakhir memeluk malam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI AKU YANG HAMPIR MENYERAH

izinkan aku bahagia Karya Pengagum

Kamu Tidak Harus Menjadi Seseorang