PERSIMPANGAN
PERSIMPANGAN
Aku berdiri di persimpangan
antara luka yang kutanam sendiri
dan tangan asing yang tiba-tiba datang
membawakan air untuk dahaga yang tak pernah sempat kuakui.
Di satu sisi, ada cinta yang kurawat dengan darah,
yang kupeluk meski menusuk,
yang kupilih—bahkan saat ia menolak berbagi jiwanya padaku.
Di sisi lain,
ada tawa yang datang tanpa beban
mata yang tak menuntut,
tapi mampu melihatku lebih utuh
dari orang yang dulu kupikir mengerti segalanya.
Aku tak pernah bermaksud mengundangnya,
tapi sunyi ini membuka celah,
dan luka ini,
ternyata bisa tumbuh taman kecil
yang diberi air oleh kehadirannya.
Bukan cinta,
belum…
tapi damai.
Dan damai adalah hal paling mewah
bagi hati yang sudah lelah berperang sendirian.
Aku takut,
takut jika langkahku melenceng
dan tak bisa kembali ke jalur yang kupilih dalam sumpah.
Tapi aku juga takut,
jika terus bertahan
namun mati perlahan,
tanpa ada yang benar-benar menggenggam tanganku.
Apakah salah jika aku hanya ingin sebentar
menutup mata,
bernafas tanpa beban,
tertawa tanpa memalsukan?
Bukan untuk pergi,
tapi untuk tidak tenggelam.
Bukan untuk selingkuh,
tapi untuk **menyelamatkan bagian dalam diriku yang mulai hancur.**
Dan jika esok aku kembali,
kembali pada cinta yang kutanam sejak dulu—
aku akan kembali sebagai pria
yang pernah jatuh,
tapi memilih bangkit
sebelum dirinya hancur karena kehilangan dirinya sendiri
Siapa Aku
15 Juli 2025, Dini hari
Ruang Penuh Harap
Komentar
Posting Komentar