Dan Aku Masih Di Sini"
"Dan Aku Masih Di Sini"
Mencintai itu indah,
sampai kau sadar… kau mencintai sendirian
dalam rumah yang kau bangun berdua,
tapi hanya satu yang masih menetap di dalamnya.
Aku masih menyebut namamu dalam doa
meski tak tahu
apakah namaku masih sempat lewat di benakmu
saat malam memelukmu dalam sunyi.
Kita masih bersama,
tapi kehangatanmu terasa seperti baju yang sudah tak muat,
kau pakai, tapi hanya sekadar kewajiban.
“I love you,” katamu
tapi itu lebih mirip formalitas daripada pelukan.
Suaranya datar,
seperti menyebut jam atau cuaca.
Aku mencoba percaya.
Mencoba meyakinkan diriku bahwa ini hanya fase,
bahwa kamu sibuk, lelah, terbagi...
tapi jujur, hatiku sudah terlalu sering
menemukan jawaban yang tak ingin aku dengar.
Kamu masih ada,
tapi rasanya seperti menatap lukisan
yang dulu hidup—kini hanya bingkai dan warna pudar.
Dan yang paling menyakitkan,
aku tetap memilih tinggal.
Tetap menunggu,
tetap mencintai,
walau tak tahu
apakah kamu masih menoleh ke arahku…
atau hanya diam karena tak ingin menjadi penyebab luka.
Mencintai itu indah,
tapi mencintai sendirian dalam hubungan yang dulu saling menghargai...
adalah cara paling pelan untuk hancur,
tanpa suara,
tanpa marah,
tanpa pergi.
Hanya diam.
Dan tetap berharap.
Meski tak lagi digenggam.
Siapa Aku
18 Juli 2025
Di ruangan
Komentar
Posting Komentar