Tembang Lingsir Sang Lelakut
Tembang Lingsir Sang Lelakut
Ia datang bukan dengan suara,
tapi dengan senyap yang terlalu lama tinggal.
Namanya tak pernah disebut—
sebab yang menyebut, akan dihuni.
Dulu, ia hanyalah jiwa yang patah
—oleh cinta yang tak kembali.
Kini ia adalah bayang,
menjelma duka, merayap di sela malam,
menyelinap ke dalam hati manusia yang rapuh.
Tangisnya bukan air—
tapi darah hitam yang menetes dari langit-langit mimpi.
Ia bernyanyi,
dengan tembang lingsir yang memanggil:
"Buka hatimu, wahai manusia,
biar aku masuk—agar kita bersedih bersama..."
Dinding-dinding rumah bergetar saat ia lewat.
Cermin berkabut,
lampu redup tanpa sebab.
Ia tidak mengetuk pintu.
Ia mengetuk jiwa.
Dan saat kau merasa sendu tanpa alasan,
saat dada sesak di tengah keramaian,
itu bukan kau yang bersedih.
Itu dia—
yang meminjam tubuhmu
untuk menangis.
Ia tak mau membunuh.
Ia hanya ingin bersarang.
Menjadikan tubuhmu
tempat ia melolong lirih
sambil menunggu cinta lamanya kembali dari neraka.
Dan saat kau terbangun tengah malam,
dengan mata basah tanpa mimpi—
jangan lihat ke sudut kamar.
Sebab kadang ia masih duduk di sana,
tersenyum...
karena kini kau juga tahu,
bagaimana rasanya…
dicintai oleh duka
(Monolog) :
"Aku…
aku tak ingat kapan aku mulai seperti ini.
(Tangisan menyayat)
Yang kuingat hanya rasa…
seperti perih yang membeku,
tak berdarah, tapi juga tak sembuh.
Mereka bilang aku arwah.
Tapi aku bukan itu.
Aku adalah… kesedihan.
Yang terlalu dalam,
terlalu lama,
hingga tak punya bentuk lagi.
(tertawa melengking menyeramkan)
(Riang, Menyeramkan)
Aku dulu mencintai.
Ah… cintanya harum. Hangat.
Tapi ia pergi, dan aku ikut terkubur…
bukan di tanah,
tapi di sunyi.
(Sedih)
Sekarang aku tak punya tubuh,
tapi aku bisa masuk ke dalammu.
Lewat tangismu yang kau tahan,
lewat sepi yang tak kau bagi.
(Marah)
Aku tak butuh rumah.
Aku hanya ingin tempat bersembunyi—
dalam dada-dada manusia yang retak.
Aku mendengar kalian, tahu?
Saat kalian berkata, ‘Aku baik-baik saja’
padahal hatimu menjerit.
Saat kau tersenyum di siang hari,
lalu menangis diam-diam di kamar mandi.
Itulah saat aku paling bisa masuk. (Tertawa melengking)
Dan jika kau merasa sendu tanpa sebab…
jika lagu pilu terasa seperti milikmu…
itu karena aku sedang duduk di dalam dadamu.
Bukan untuk mengganggu.
Tapi agar kau mengerti,
bahwa luka ini bukan milikmu sendiri.
Tapi milik kita.
…karena aku pun ingin dicintai,
meski hanya sebagai duka. (Tertawa melengking).”
Siapa Aku
15 Juli 2025
Diatas Pohon Randu
Komentar
Posting Komentar