Rona di Balik Sandikala
Rona di Balik Sandikala
Pada sebuah sandikala,
ketika langit menjelma sagara yang menggigil,
ia menari dengan langkah ringan—
seolah luka bukan bagian dari buana yang ditapakinya.
Rona wajahnya bersinar,
namun bukan karena bahagia.
Ia hanya pandai merias duka
dengan senyum yang dilukis dari sisa-sisa harap.
Air hujan menuruni pelipisnya,
berbaur dengan tangis yang disamarkan,
hingga semesta pun tertipu—mengira itu hanya gerimis.
Amor fati, bisiknya dalam hati.
Mencintai segala takdir, bahkan yang mematahkan.
Menerima perih, memeluk getir,
dan tetap menari meski dunia tak lagi berpihak.
Langkahnya menjelma aksara yang mengalir,
menuliskan sajak-sajak rahasia
di tanah basah tempat harap telah terkubur.
Ia tak meminta pelangi,
sebab ia tahu,
keindahan yang memaksa hadir justru sering memudarkan makna.
Ia hanya ingin diam,
berbincang dengan sunyi purba
yang setia menemaninya sejak dwiwarna cinta dan luka bertemu.
Lalu ketika dunia bertanya,
"Mengapa kau menari di bawah hujan?"
ia hanya tersenyum dan berkata:
"Karena jika aku berhenti, aku akan runtuh menjadi abu metafora."
Siapa Aku
15 Juli 2025
Di Antara Dua Dunia
Komentar
Posting Komentar