MATA LUKA SENGKON KARTA

 Minggu, 13 September 2020
MATA LUKA SENGKON KARTA ----(1)
Serupa Maskumambang

pupuh mengantarkan wejangan hidup

kecapi dalam suara sunyi menyendiri

pupuh dan kecapi membalut nyeri

menyatu-dalam suara genting

terluka, melukai, luka-luka

menganga akibat ulah manusia

Terengah-Engah dalam Tabung dan Selang

aku seorang petani bojongsari

menghidupi mimpi

dari padi yang ditanam sendiri

kesederhanaan panutan hidup

dapat untung

dilipat dan ditabung

1974

tanah air yang kucinta

berumur dua puluh sembilan tahun

waktu yang muda bagi berdirinya

sebuah negara

lambang garuda

dasarnya pancasila

undang-undang empat lima

merajut--banyak peristiwa

peralihan kepemimpinan yang mendesak

bung karno! diganti pak harto

dengan dalih keamanan negara

pembantaian...

enam jenderal satu perwira

enam jam dalam satu malam

mati di lubang tak berguna

tak ada dalam perang mahabarata

bahkan di sejarah dunia

hanya, disejarah indonesia

pemusnahan golongan kiri ---(2)

PKI wajib mati

pemimpin otoriter

REPELITA

rencana pembangunan lima tahun

bisa jadi

rencana pembantaian lima tahun

di tahun-tahun berikutnya

kudapati penembak misterius

tak ada salah apalagi benar

tak ada hukum negara

pembantaian dimana mana

diburu sampai got,

dor... di mulut

dor... di kepala

diikat tali

dikafani karung

 

penguasa punya tahta

yang tidak ada

BISA diada-ada

 

akulah sengkon yang sakit

berusaha mengenang setiap luka.

di dada, di punggung,di batuk

yang berlapis tuberkulosis

 

Malam Jumat Dua Satu November 1974 ---- (1)

 

setiap malam jum’at

yasin dilantu..nkan dengan hidmat

bintang-bintang berdzikir di kedipannya

suara-suara binatang

melengting..kan pujian untuk tuhan

 

istriku masih mengenakan mukena

mengambilkan minum dari dapur

di kejauhan terdengar warga desa gaduh

“yaa adili si keluarga rampok itu”

“usir saja dari kampung sini”

“bakar saja rumahnya”

“betul”

di lubang bilik

ada banyak obor dan petromak menyala

teriakan tegas

“sodara sengkon, sodara sudah dikepung ABRI!

kalau mau selamat, menyerahlah!

sodara sudah tidak bisa kabur!!

istriku kaget

“kok kamu, kang?”

kebingungan

“demi allah saya tidak berbuat jahat!”

masih dalam suara yang sama

“kalau sodara tidak keluar

dalam hitungan tiga

kami akan mengeluarkan

tembakan peringatan satu, dua… ti…g….”

secepat yang kubisa..

di pintu ratusan warga

mulai melontarkan sumpah serapah

 

anjing!

babi!

bagong!

tai!

sampah!

segalanya ada di mulut warga ---- (2)

kata-kata tak mewakili peri kemanusian

warga desa bengis. Seperti serigala.

tak ada rasa kasihan

dari batu sampai bambu

dari golok sampai balok

diacung-acungkan ke arahku

serempak berkata “allahu akbar!!!”

batu, bambu, dan balok beterbangan ke arahku

“sodara-sodara sekalian, tolong hentikan

biarkan pengadilan yang memutuskan hukuman”

aku masih diselimuti kebingungan

disambut rajia seluruh badan

kepalaku ditodong senjata laras panjang

mendekati puluhan ABRI dan Polisi

 

“ya… gantung saja!”

“dasar orang yang tak tau diri”

Dasar

“sampah masyarakat!”

 

“anyiiinggg! goblok!

 

dulur aing paeh

gara-gara sia! anying!

duk! dak! ---- (1)

aku dikerumuni pukulan warga

ABRI dan Polisi ikut-ikutan menendang

dor!

suara tembakan di langit terdengar sayup

aku terkapar di tanah

seorang ABRI menggusurku

darah dan becek tanah bercampur di tubuh

aku dilemparkan ke atas bak mobil

kondisi diantara sadar atau tidak

selang kejadian

sesosok tubuh dilemparkan lagi keatas bak mobil

kuperhatikan wajah yang penuh luka itu

“karta?”

kami ditangkap atas tuduhan perampokan

juga pembunuhan.

Mata luka sengkon karta. (1,2,)

Di tulis oleh

Pery Sandi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DARI AKU YANG HAMPIR MENYERAH

izinkan aku bahagia Karya Pengagum

Kamu Tidak Harus Menjadi Seseorang