Konser Kecemasan
---siapakah mereka yang menyesap sanginduyung[31]
menaburkan bau bunga bau cendana
di petanahan purba wadah semaian asa?---
tak ada sahutan. Anak-anak balai bilaran
gelimpangan di lantai, dihempas musik rak-rak-gui
yang muncul dari keganasan chain-saw
bahkan dalam tidur pun musik itu terus mengalun
bersambung dengan raung buldoser erang eksavator
derak loader deru tronton gemuruh ratusan truk
menciptakan konser kecemasan dan pemandangan senjakala
lalu bagai kupu-kupu bersayap tunggal
anak-anak itu beringsut merubung lalaya[32]
---iiii....laaah
batang tajunjung batang sasangga
daunnya maharing langit
iiii....laaah
di langit bajunjung kaca
di tanah baruntai anggit---[33]
“ya apang[34] ya umang[35]
apalagi yang tersisa
di mana lagi kami semaikan asa
hutan-hutan tiada
huma-huma tiada
tanah-tanah rekah
mengalirkan nanah
pancur-pancur jelaga
sungai-sungai berbisa
ah, apalagi yang bakal terban
di mana letak keadilan?”
perempuan-perempuan berambut putih terjurai
mengais sisa tangis
“jangan bertanya tentang keadilan, Diyang
karena jiwa mereka telah kering
karena mereka adalah bangkai
yang berkisar di antara angka-angka
yang sungainya cuma kerakusan
yang muaranya cuma perasaan
ketakcukupan akan sebiji dunia
dan kita tak lebih dari binatang korban
yang digiring ke altar persembahan
atas nama kemakmuran
tapi jangan menangis, Diyang
kita bukan batu yang bisa digaris-tepikan
kita akan kibarkan bendera perlawanan!”
---siapakah mereka yang merobeki rahim ibu bumi
dan mengangkuti belulang moyang kami?---
tak ada sahutan. Para balian[36] balai bilaran
batandik[37] mengelilingi lalaya, menating mangkuk merah
berisi air mata rembulan, santan kecemasan, darah perasaan
---iiii...laaah
langit baputar langit baguncang langit baradin
tanah bargana bakumpang hati carincing gading
basamban darah batunjuk parang batunggang angin---[38]
“awas jangan papas hutan kami
nanti aku amuk aku tuang wisa ke pembuluh raga
awas jangan ganggu sorga kami
nanti aku sumpit aku damak aku kirim parang maya
jangan tuang nila jangan bawa bala
selusupku selusup datu selusup tak berwaktu
jariku jari pahat jari-jari tombak
mataku mata pisau mata-mata mandau
tiupku tiup puja tiup mantera-mantera
awas jangan papas hutan kami
jangan ganggu sorga kami
aku ada di sukma burung di sukma gunung
aku ada di sukma bayu di sukma kayu
aku ada di sukma batu di sukma datu
mengintai selalu!”
---siapakah mereka yang menyesap sanginduyung
menebarkan bau bunga bau cendana
merobeki rahim ibu bumi
dan mengangkuti belulang moyang kami?---
tak ada sahutan. Pertanyaanku membentur jidat
para birokrat yang terlilit utang pada kong
Karya :Burhanuddin soebely
Komentar
Posting Komentar