TUBIR ( ZHAFIR K AKALANKA )
Tubir - Zhafir Khoiron Akalanka
Aku tak butuh diksi kali ini
Angkara dalam diriku mengambil kendali
Setiap Kalimat akan mewujudkan api
Maka, sebaiknya kamu mempersiapkan diri
Apakah telinga masih berfungsi
Sebab aku tak akan mengulanginya untuk kedua kali
Kau boleh saja ketakutan dan lari
Tapi kau takkan pernah bisa untuk bersembunyi
Darah mengalir lagi
Seperti mata air yang menghiasi pagi
seperti longsoran tubir yang runtuh membentur bumi
Atau cukup seperti aku yang berakhir terurai tak berarti di ujung kisah ini
Aku tertekuk di antara puing-puing kehancuran
Mencari kesadaran disetiap lengkingan jeritan yang selalu kututupi keceriaan
Memeluk bayangan
Mengutuk kenyataan
Merangkai harapan
Merajut keyakinan
Menunggu keajaiban
Memalsukan senyuman
Atau memangku mesra setiap kesakitan yang kemudian kau sambut dengan secarik undangan pernikahan
Tunggu
Izinkan aku bernapas
Untuk batin yang terhempas
Hati yang terkupas
Realita yang amat pedas
Luka yang membekas
Ruh yang nyaris terlepas
Atau akal yang sedikit kehilangan waras
Aku sungguh terkejut
Akal sehatku kalut
Nyaliku menciut
Nyawaku di ujung maut
Mendengar berita tersebut betul-betul membuat nadiku berhenti berdenyut
Mari kita cukupi saja segala basa-basi bisu
Putar tubuhmu dan mulailah mendengarkan aku
Mendengar Jerit nuraniku
Mendengar pahit pengorbananku
Atau sekedar mendengar cerita pedih hati kecil yang selalu ku tutupi di atas janji sumpah sampahmu
Apakah hadirku terasa memberatkanmu?
Apakah juangku terlampau membebanimu?
Adakah hangatku tidak pernah cukup menenangkan keluh kisah hidupmu?
Atau jangan-jangan kau sendiri yang tidak pernah mau untuk tahu?
Jika bukan aku labuhan mu mengapa kau selalu beri harapan kepadaku?
Sungguh melihatmu berakhir di lain bahu benar-benar membuat keram logikaku
Bukankah bibirku yang selalu basah mendoakanmu?
Bukankah lututku yang bengkak membiru merengek memohon Tuhan yang hanya untuk seuntai namamu?
Bukankah raga dan batinku yang setia memaku pasak bergulat dengan waktu hanya untuk menunggu batang hidungmu?
Tapi mengapa kau bersanding memilih lelaki (wanita) yang hanya mampu melihatmu ketika masa bahagiamu?
Saat kau runtuh
Saat kau mengeluh
Saat kau bersimbah peluh
Si bodoh inilah yang tak pernah sedikitpun menjauh
Saat kau jatuh
saat kau rapuh
Saat kau butuh
Si dungu inilah yang sudi menyumbangkan nyawa hanya untuk membuatmu kembali utuh
Apa arti dari sebuah genggaman bila akhirnya meninggalkan?
Apa arti dari sebuah dekapan bila akhirnya mencampakkan?
Apa arti dari sebuah pertemuan, penantian, pengorbanan, kecupan, tangisan, rintihan, atau apapun yang akhirnya hanya membuat satu pihak berlumur penderitaan?
Sebodoh apa lagi Aku harus meyakinkan mu?
Sedungu apalagi aku harus menantimu menghargaiku?
Aku sudah larut dalam permainanmu
Kau memenjaraiku
Mengikat leherku
Membius kesadaranku
Lalu seenaknya pergi mencari peruntungan baru ketika yang kulakukan hanyalah setia dan patuh menunggu
Kau keasikan datang dan pergi seolah rasa adalah permainan fantasi
Menarik ulur hati tanpa pernah sedikitpun sudi berempati
Mengedepankan gengsi merajai seluruh bifurkasi
Mencekik nurani tak ingin rugi tapi berkata seolah paling tersakiti
Lihat Apa yang telah kau perbuat!
Lihat Apa yang telah kau perbuat!
Lihat Apa yang telah kau perbuat!
Ya Tuhan lihat apa yang telah kau perbuat!
Aku tak butuh penjelasan
Aku hanya butuh kau merasakan
Aku runtuh berserakan
Aku jatuh terabaikan
Aku lelah merengek memangku kesedihan
Aku muak di robek-robek namun masih saja memaksakan senyuman
Maka jeritku kini: Tolong maafkan
Sebab badai yang tak terkendalikan selalu melahirkan sambaran
Apa yang sedang kau mainkan?
Apa yang sebetulnya kau harapkan?
Aku tewas menjadi korban, lalu kau yang angkuh bertepuk tangan?
Hahaha kau benar-benar menyenangkan!
Ya! tak dapat dibantah
Janji-janjimu sangatlah indah
Namun nyatanya hanya permainan ludah
Sia-sia aku memapah dan berdarah
Jika semua yang kau balas dari sekedar tumpukan sampah!
Silakan berharap aku jatuh!
Silahkan kubur aku secara menyeluruh!
Silakan siram aku dengan sarkas yang membunuh!
Kau hanya akan melihatku tumbuh!
Kau terlampau ilusi
Dan aku terlalu jauh mengedepankan hati
Kau begitu menyinari laksana matahari
Yang menyilaukan hati namun tak pernah dapat kumiliki
Setelah kau mengingkari
Setelah kau menghianati
Setelah kau membunuh hati
Tenang saja, aku tidak akan sedikitpun benci juga tak akan menganggapmu pernah lahir di muka bumi
Apakah sekarang Aku yang terdengar tidak punya hati
Apakah sekarang aku yang terlihat tidak memiliki nurani
Tapi bukankah kau yang baru saja membunuhnya dengan tingkah lakumu sendiri
Bukankah kau yang mengajari sekaligus menciptakan ketidak manusiaanku ini
Pergilah sejauh mungkin
Lupakan saja tentang hari kemarin
Genggam suamimu (wanitamu) dan janganlah berpaling ke yang lain
Doaku Untukmu selesai diujung kata amin
Berbahagia lah sepuasnya di dunia
Sebelum karma memutarkan rodanya
Dan jika suatu hari kau bertanya aku dimana
Aku ada disetiap derita dan sesal yang akan kau rasa
Tubir
Zhafir
Komentar
Posting Komentar