Di Tepi Namamu : Sahabat & Cinta" karya puan Cakra
"Di Tepi Namamu : Sahabat & Cinta"
____________________________________
Senja menggantung separuh cahayanya di jendela kafe kecil itu. Aroma kayu manis dan hujan yang baru reda melingkar di udara. Di meja sudut, dua cangkir kopi tinggal setengah. Mereka duduk berhadapan, tetapi sejatinya saling menghadap masa lalu yang tak pernah benar-benar usai.
---
Arya :
“Kau tahu... setiap kali kau tertawa, dunia dalam kepalaku berhenti sejenak. Seperti ingin mengabadikanmu dalam bingkai yang mustahil hilang.”
Nala :
“Aku selalu berpura-pura tak mendengar degupmu."
Arya :
"Karena apa?"
Nala :
Aku tak suka ketakutan
Arya :
"Karena apa?"
Nala :
"Aku memilih nyaman daripada jujur untuk mu"
Arya :
“Aku tak pernah berani ungkapkan, sejak hari kita saling menanti di halte tua. Sejak matamu menatap hujan, dan sejak aku menatapmu.”
Nala :
“Aku ingat."
Arya :
"Tentang jalan kita yang dulu?"
Nala :
"Bahkan aku ingat warna jaketmu sore itu. Abu-abu tua.
Aku ingat caramu mengeringkan rambutku dengan tangan hangatmu.
Aku ingat, sentuhan itu terlalu hangat untuk seorang 'sahabat' sepertiku"
Arya :
“Kita, pandai menyamarkan cinta menjadi tawa,
menjadi obrolan kosong, menjadi pertanyaan seperti: ‘Kamu suka yang mana? Dia cantik, ya?’ Padahal yang ingin kutanya hanya satu: 'Apa aku saja cukup untuk mu?'”
Nala :
“Aku sering menulis namamu di belakang buku. Lalu coret. Lalu tulis lagi. Lalu coret, lalu tulis jadi ‘sahabat’. Seolah tak ingin tertangkap basah oleh perasaanku sendiri.”
Arya :
“Kita ini terlalu banyak memendam. Terlalu takut kehilangan, sampai tak sadar bahwa kita kehilangan cara untuk memiliki.”
Nala :
“Terlihatkah?"
Arya :
“Aku mengenalmu, tak pandai sembunyi. Aku mengenalmu, tak mudah patah, Aku mengenalmu, yang selalu menerima niatku. Boleh aku jujur hari ini ?"
Nala :
"Tak perlu izinku."
Arya :
"Tentang setiap laki-laki yang kau kenalkan padaku,
Hatiku remuk. Aku tersenyum mendengarmu. Walau ingin memukul waktu—kenapa ia tak mempercepat kita?”
Nala :
“Dan setiap perempuan yang dekat denganmu, adalah musim gugur bagiku. Aku berdoa mereka gagal, diam-diam, lalu hilang. Tak lama, aku merasa bersalah, lalu aku menulis puisi... lalu kubakar.”
“Mungkin cinta itu bukan selalu tentang kecepatan, tapi tentang keberanian di detik yang tepat.
Arya :
"Dan hari ini... detik itu tiba.”
Nala :
“Jadi, jika hari ini aku dan kamu memilih saling, bukan karena menyerah, tapi karena paham: tak ada yang lebih indah dari mencintai seseorang yang lebih dulu dikenal, tanpa kepalsuan, tanpa drama, dan banyak cerita.
Arya :
“Dan tak ada yang lebih dalam dari pelukan yang tak pernah diminta, tanpa ditunggu."
Nala :
"Lalu, mau apa kita?"
Arya :
“Maukah kau... menjadi rumah yang kini kupanggil dengan sebutan lain?”
Nala :
"Sahabat?"
Arya :
“Kekasih"
Nala :
"Jika rumah itu bernama kamu, maka pulang adalah jawabannya.”
__________________________________________
Bandung, 10 Juni 2025
Puan Cakra
Komentar
Posting Komentar