Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2025

Surat Terakhir untuk Mama"

 "Surat Terakhir untuk Mama" oleh anakmu yang masih belajar merelakan Mama... Hari ini, dunia terasa lebih sunyi. Seolah suara-suara kehilangan maknanya, karena suara paling hangat dalam hidupku telah memilih diam untuk selamanya. Aku masih bisa mendengar langkahmu di balik kenangan pagi, kau membangunkanku dengan bisikan lembut, kadang marah, kadang pelan, tapi selalu penuh cinta yang tak pernah minta kembali. Mama... Tahukah kau, aku masih mencarimu di sela-sela hariku yang sibuk? Aku masih ingin melihat wajahmu di barisan orang yang menunggu kepulanganku. Tapi yang kutemui hanya udara, dan doa yang menggantung di langit. Aku tahu, Mama lelah. Aku tahu, kau sudah menahan begitu banyak rasa sakit yang tak pernah sempat kau keluhkan. Kau sembunyikan semua itu di balik senyum dan tawa, seolah-olah hidup ini tak pernah menyakitimu. Kau adalah perempuan paling kuat yang pernah kukenal, Ma. Kau adalah rumah… yang tak pernah lelah meski aku terus pulang dengan luka. Dan kini… ruma...

Baru Kemarin, Sekarang Selamanya" Siapa Aku

 "Baru Kemarin, Sekarang Selamanya" Baru kemarin... kau melihatku penuh harap, doa-doamu naik setinggi langit membawa langkahku pada cahaya, meski kakimu sendiri nyaris tak kuat berdiri. Baru kemarin... kita bertengkar, kau marah, aku bersikeras, dan air matamu kembali jatuh— bukan karena kalah, tapi karena terlalu cinta. Baru kemarin... kau tersenyum melihatku berdiri bangga, kau ucap syukur tak henti-henti, seakan keberhasilanku adalah kado atas segala luka yang kau pendam sendiri. Dan sekarang... Perjuanganmu telah usai. Kau yang selama ini diam-diam menahan sakit, telah menyelesaikan tugasmu tanpa keluh, tanpa pamit. Kini kau tak sakit lagi. Wajahmu begitu tenang, tanpa rintih, tanpa beban. Kau pergi dengan senyum yang menyejukkan seolah berkata: “Aku sudah cukup, Nak.” Dan sekarang... aku berdiri di hadapan kehilangan, kehilangan cinta pertamaku, kehilangan cinta terbesarku. Mama... Aku, anakmu. bangga padamu. Aku begitu mencintaimu, dalam cara yang tak bisa dituliskan t...

Cinta yang Tak Pernah Pergi"Siapa Aku

 "Cinta yang Tak Pernah Pergi" Aku pernah jatuh cinta pada senyum seseorang, pernah menulis puisi untuk yang kusebut kekasih, pernah menangis karena patah hati yang fana, tapi tak ada yang bisa menandingi cinta yang kau tanam di dadaku sejak aku belum mengenal dunia. Mama... Kau adalah rumah pertama yang kutempati, dengan dinding pelukan dan atap kasih sayang. Di rahimmu aku mendengar dunia berdebar, dan di dadamu aku belajar arti kata "tenang." Sering aku membantah, meninggikan suara, menutup telinga dari nasihatmu seolah aku tahu segalanya. Padahal... hanya kaulah yang mencintaiku tanpa syarat, tanpa jeda. Kau tidak pernah pergi, bukan? Bahkan saat tubuhmu terbaring, kau tetap menjadi tempat pulang yang kusebut dalam setiap malam. Kini aku tahu, cinta yang sejati bukan yang membuat jantung berdebar, bukan yang menuliskan janji di bintang, tapi cinta yang tetap ada—meski disakiti, yang tetap mendoakan—meski dilupakan. Dan itu adalah kau, Mama. Cinta yang tak pernah...

Medan dan anjengnya Bumi Ananta

 Medan dan anjengnya Ibu :  Mau pesen apa kao anjeng? Anak :  Ooo Mak Anjeng aku rupanya?  Kaolah mamak anjeng nya Wak Ibu :  Bahh agak laen Yodah ku angkat dulu kao jadi anak anjeng yaa Anak : Nah gini kan enak Sesama anjeng jangan bilang anjeng wak Ibu : Makin makin anak ini ku tengok Pesen apa kao? Anak : Buatkan aku pecel dulu seporsi Tambahin sate kerang 2 sama bakwan 2 yaa Banyak kan sikit kuahnya wak Jangan pelit pelit kao Ibu : Ngatain awak pulak dia Ga ada aku pelit  Kimak kao yaa  Anak : Hahahaha Cinta kali lah aku sama uwak ini Mantap kali pecelnya Ibu : Kubagi banyak baru Kao kecintaan aku  Anak puki memang Dah pening kali kepalaku ini Dari siang aku di sini sepi kali yang beli  Anak : Kok bisa sepi Wak? Kemana pigi nya pelanggan uwak yang banyak tu? Ibu :  Ko pikir aku pegang kaki mereka Kalo bisa mau kali ku Rante Ku beset teros ku jual kan Kaya lah aku Anak : Bagi dua hasil yaa wak Ku bocori polisi nanti Ibu : Aihh Polisi ...

Si Pencuri Bibir Bumi Ananta

 Si Pencuri Bibir Co : Kamu lihat garis bintang di ujung sana? Ce : Iyaa Yang seperti busur panah itu, bukan? Co :  Itu namanya Sagitarius Rasi bintang kamu Ada yang paling terang di sana  Namanya kaus australis Bintang paling besar berwarna biru dengan cahaya yang sangat terang  Ce : Kamu tahu darimana? Bukannya kamu tidak suka belajar astronomi ya? Co : Aku mencari tahu semua itu karena kamu Ce : Karena aku? Maksudnya? Co : Yaa karena kamu sagitarius makanya aku tertarik Tentang rasi bintangnya Tentang sifat umumnya Karakteristiknya Bahkan kebiasaan yang biasa di lakukan oleh mereka yang berzodiak sagitarius Ce : Lalu apa yang kamu dapatkan? Emangnya itu valid untuk di percayai? Apa itu cukup membantumu selama ini? Co : Haha... Valid atau tidaknya aku juga tidak tau Tapi ku rasa ada beberapa yang menjadi fakta atas apa yang ku lihat darimu  Ce : Menurutmu aku sesuai dengan research mu itu kah? Co : Iyaa Kamu yang ngambekan lalu tantrum Kemudian clingy dan manj...

Tanpa Akhir Bumi Ananta

 Tanpa Akhir Cewe : Senang rasanya bertemu kamu di sini Sekian lama menepikan diri hingga tulisanmu tersebar luas Kamu hebat bisa menciptakan karya seindah itu Cowo : Haha Yaa, kamu benar Tapi apakah selama itu aku sembunyi? Hingga kamu se antusias ini? Cewe : Mungkin sekitar 6 bulan setelah pertemuan terakhir di seminar kepenulisan dulu Tapi ada satu hal yang menarik dari bukumu Boleh aku tanyakan? Cowo : Ternyata selama itu Tentu saja boleh Tanyakan lah Cewe : Salah satu kalimat dalam bukumu berbunyi  "Jika aku di beri hidup dalam 3 kehidupan, aku akan menikahinya 2 kali" Maksudnya apa? (Terdiam sejenak) Cowo : Itu benar Cewe: Jadi kamu akan menikahi seseorang itu 2 kali dalam 3 kehidupan? Mengapa? Cowo : Di kehidupan pertama aku akan menikahinya di dunia dengan menjabat tangan walinya di sertai restu langit dan bumi  Cewe : Waww Cowo : Di kehidupan kedua aku akan menikahinya di akhirat, tempat dimana seluruh cinta bermuara, semua abadi, tanpa perpisahan, tanpa kematian...

AKU MASIH MENYALA"

 *Tulisan Cinta Dalam Diam* "AKU MASIH MENYALA" Setelah tangis, hanya diam yang tersisa. Tapi diamku bukan berarti sembuh. Ia hanya tak lagi punya tenaga untuk mengadu kepada dunia. Rasanya seperti berjalan dalam kabut. Setiap langkah adalah luka baru, namun aku tetap melangkah bukan karena yakin, tapi karena tak tahu lagi ke mana harus pulang. Ada hari-hari di mana aku ingin menyerah. Ingin menutup pintu yang selalu kubiarkan terbuka untukmu. Tapi setiap kali kupejamkan mata, bayanganmu masih memanggilku dengan sunyi yang tak bisa kutolak. Aku masih menyala. Tapi bukan nyala yang hangat. Hanya bara kecil… yang menyakiti diriku sendiri namun tetap kupeluk, karena di dalamnya ada namamu. Apa kau tahu rasanya menjaga sesuatu yang tak lagi dijaga balik? Seperti berdiri di ambang pintu yang tak lagi kau lewati namun aku tetap berdiri, berharap satu hari… kau kembali lupa arah dan pulang ke hatiku. Aku bukan lagi manusia utuh. Hatiku bocor oleh harapan yang tak berbalas, tapi enta...

SEPI YANG MENGHABISKANKU"

 *Tulisan Cinta dalam Diam* "SEPI YANG MENGHABISKANKU" Awalnya kupikir diam ini cukup. Kupikir mencintai dalam sunyi akan menjagamu dari kejauhan tanpa harus menyakitiku perlahan. Tapi ternyata aku salah. Diam pun bisa berdarah. Dan mencintai tanpa dipeluk balik bisa membuat seseorang perlahan kehilangan dirinya sendiri. Diamku masih sama seperti dulu, masih menyimpan keindahan dalam mencintaimu, penuh harap. Namun kini ia tak sendiri. Keindahan itu mulai berkenalan dengan luka, luka yang tanpa kusadari hinggap dan tumbuh… dalam diam. Kini aku tak lagi utuh. Hatiku pecah dalam senyap, sementara mulutku masih pura-pura kuat di hadapan dunia yang tak pernah tahu. Aku mencintaimu... tapi kau tak pernah bertanya, “Apa kabar hatimu hari ini?” Dan itulah awal dari luka yang tidak terlihat. Aku menjaga yang tak lagi menjaga. Menunggu dalam ruang yang hanya dihuni bayanganmu. Membuka pesanmu yang tak lagi hangat, membaca ulang kata-kata yang dulu penuh cinta yang kini hanya huruf-hur...

AKU LILIN, KAU GELAP YANG KUCINTAI"

 *Tulisan Cinta dalam Diam"  "AKU LILIN, KAU GELAP YANG KUCINTAI" Aku mencintaimu dalam diam. Dalam ruang penuh harap. Aku rela menjadi lilin yang terus habis terbakar agar kau tak takut di dalam kegelapan. Aku tahu, cintaku tak bernama, tak tertulis di dinding hidupmu, tapi aku tetap tinggal di sana, sebagai cahaya kecil yang tak meminta balasan. Semua yang kurasakan kini… begitu indah. Bukan karena aku bahagia, tapi karena aku masih mencintaimu meski dalam sepi yang tak memeluk kembali. Hening menciptakan sebuah rindu yang tak berujung temu. Dan aku tetap di sini, perlahan membangun kembali puing-puing harap, yang mungkin… tak akan pernah kau tahu. Ada malam-malam di mana aku menyebut namamu dalam doa, bukan untuk memilikimu, hanya agar Tuhan menjagamu saat aku tak bisa. Kau mungkin tak pernah sadar betapa dalam aku menyimpanmu. Tapi itu tak apa. Asal kau bahagia, meski bukan denganku. Siapa aku 19 Juli 2025

TANPA SUARA, AKU JATUH"

 *Tulisan Cinta dalam Diam* "TANPA SUARA, AKU JATUH" Aku tak pernah memilih jatuh padamu. Seperti hujan yang tiba-tiba turun, cintaku datang… tanpa aba-aba, tanpa alasan yang bisa dijelaskan. Tak ada pengakuan. Tak ada kata manis. Hanya detak jantung yang berubah ritmenya tiap kali melihatmu. Hanya mata yang memilih menatap lebih lama, lalu berpura-pura tak peduli. Aku jatuh, bukan karena kamu sempurna, tapi karena hatiku menemukan tenang dalam gelisahmu. Tiap harimu yang biasa, jadi luar biasa bagiku. Tiap tawamu yang sederhana, menjadi lagu yang tak berhenti dalam kepalaku. Dan sejak hari itu, aku mulai belajar mencintai dalam diam, dalam jarak, dalam cara yang tak pernah kau sadari. Siapa Aku 18 Juli 2025

Rona di Balik Sandikala

 Rona di Balik Sandikala Pada sebuah sandikala, ketika langit menjelma sagara yang menggigil, ia menari dengan langkah ringan— seolah luka bukan bagian dari buana yang ditapakinya. Rona wajahnya bersinar, namun bukan karena bahagia. Ia hanya pandai merias duka dengan senyum yang dilukis dari sisa-sisa harap. Air hujan menuruni pelipisnya, berbaur dengan tangis yang disamarkan, hingga semesta pun tertipu—mengira itu hanya gerimis.  Amor fati, bisiknya dalam hati. Mencintai segala takdir, bahkan yang mematahkan. Menerima perih, memeluk getir, dan tetap menari meski dunia tak lagi berpihak. Langkahnya menjelma aksara yang mengalir, menuliskan sajak-sajak rahasia di tanah basah tempat harap telah terkubur. Ia tak meminta pelangi, sebab ia tahu,  keindahan yang memaksa hadir justru sering memudarkan makna. Ia hanya ingin diam, berbincang dengan sunyi purba yang setia menemaninya sejak dwiwarna cinta dan luka bertemu. Lalu ketika dunia bertanya, "Mengapa kau menari di bawah huj...